MK Batalkan Keberlakuan UU Ketenagalistrikan
Utama

MK Batalkan Keberlakuan UU Ketenagalistrikan

Suara-suara puji dan syukur bergema setelah Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU No.20/2002 tentang Ketenagalistrikan yang dinilai sarat dengan unsur privatisasi.

Gie
Bacaan 2 Menit

Penerapan kompetisi unbundlling dalam penyediaan tenaga listrik sendiri hanya terjadi di daerah Jawa, Bali dan Madura karena daerah-daerah tersebut merupakan pasar yang telah terbentuk secara kuat baik finansial maupun teknologi. Sehingga apabila sistem unbundlling tetap diterapkan maka kemakmuran rakyat yang merata tidak akan tercapai. Apalagi orientasi pelaku usaha swata hanya berdasar pada keuntungan dari pasar yang sudah terbentuk.

Seluruhnya dicabut

Selain itu, majelis menyebutkan pasal 16 dan 17 serta 68 dari UU ketenagalistrikan adalah jantung dan paradigma dari undang-undang tersebut. Oleh karena pasal-pasal yang menjadi paradigma dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 maka seluruh ketentuan dalam undang-undang tersebut dicabut.

Selanjutnya, MK menyatakan dengan dicabutnya UU No.20/2002, maka UU No.15/1985 tentang Ketenagalistrikan menjadi berlaku kembali sampai pemerintah dan DPR menyepakati undang-undang yang baru yang tentunya tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Ditegaskan pula dalam putusannya, untuk kontrak-kontrak kerja maupun izin usaha yang didasari pada UU No.20/2002 tetap berlaku sampai perjanjian atau kontrak tersebut habis atau tidak berlaku. Sedangkan kontrak yang masih direncanakan akan ditandatangani harus kembali mengacu pada ketentuan UU No.15/1985.

Usai persidangan, Jimly menjelaskan putusan ini merupakan putusan MK pertama dalam bidang perekonomian. Ia sendiri menyatakan ini bisa saja dijadikan yurisprudensi bagi permohonan lain yang menyangkut sektor ekonomi seperti judicial review untuk UU Migas dan UU Sumber Daya Air. Namun Jimly mengingatkan semua putusan berangkat dari pertimbangan dan latar belakang yang berbeda.

Tetapi menurut Jimly, majelis hakim MK tentu tidak akan memutuskan jauh dari prinsip-prinsip dasar. Kita harus konsisten dengan pemikiran dan prinsip dasar, ujar Jimly.

Tags: