MK Batalkan Aturan Kriminalisasi Hakim
Utama

MK Batalkan Aturan Kriminalisasi Hakim

Aturan kriminalisasi hakim dalam UU SPPA melanggar kemerdekaan hakim.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit

Ditegaskan Mahkamah, Pasal 96, Pasal 100, Pasal 101 UU SPPA yang menentukan ancaman pidana, bukan saja tidak merumuskan kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Tetapi juga telah melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif.

“Ini tentunya memberikan dampak negatif terhadap pejabat-pejabat khusus yang menyelenggarakan SPPA,” lanjut Sodiki.

Menurut pandangan Mahkamah ketentuan pasal itu merupakan dampak negatif psikologis yang tidak perlu yakni berupa ketakutan dan kekhawatiran saat mengadili suatu perkara. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berarti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan kontraproduktif dengan maksud penyelenggaraan SPPA dengan diversinya secara efektif dan efisien dalam rangka keadilan restoratif.

Kuasa hukum pemohon Lilik Mulyadi merasa bersyukur dengan dikabulkannya pengujian UU SPPA ini. “Kami dari MA dan IKAHI mengucapkan puji syukur karena MK telah membenarkan argumentasi terkait adanya kriminalisasi hakim dalam Pasal 96, Pasal 100, Pasal 101,” kata Lilik usai sidang pembacaan putusan.

Namun, putusan MK masih menyisakan satu pertanyaan. Pasal 96 menyebutkan penyidik, penuntut umum, dan hakim yang tidak melaksanakan Pasal 7 ayat (1) dipidana 2 tahun penjara jika tidak melaksanakan kewajiban upaya diversi (pengalihan ancaman pidana di bawah 7 tahun). “Nah dalam putusan MK tidak disinggung masalah kelangsungan diversi, apakah dilaksanakan atau tidak?”

“Mumpung UU SPPA ini berlakunya tahun 2014, mudah-mudahan DPR bisa mengsinkronkan UU SPPA ini sesuai dengan putusan MK ini,” harapnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika menghargai putusan MK itu karena MK paling berhak menafsirkan semua isi dan makna undang-undang dan konstitusi. Meski begitu, menurutnya prinsip equality before the law sudah tidak berlaku lagi. “Profesi istimewa sudah lahir karena penegak hukum boleh salah dan melanggar kewenangannya dan tidak akan dihukum, sementara kalau yang lain boleh dihukum,” sindirnya.

Dia mengingatkan jangan salahkan jika masyarakat diperlakukan tidak adil oleh aparat penegak hukum. Lalu, mencari salurannya sendiri karena kesalahan dan pelanggaran HAM anak yang dilakukan penegak hukum tidak bisa dihukum. “Hukum dan hukumannya hanya berlaku untuk masyarakat saja,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait