MK: Susno dan Teddy Harus Segera Dieksekusi
Berita

MK: Susno dan Teddy Harus Segera Dieksekusi

Putusan MK sudah sejalan dengan praktik eksekusi yang selama ini dijalankan MA dan kejaksaan.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK: Susno dan Teddy Harus Segera Dieksekusi
Hukumonline

MK menegaskan mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji dan Bupati Kepulauan Aru, Maluku nonaktif Teddy Tengko harus segera dieksekusi atau ditahan. Sekalipun, dalam amar putusan kasasi tidak memuat lamanya hukuman pidana dan tidak memuat amar “harus segera masuk” atau perintah penahanan.

Soalnya, dalam putusan No. 69/PUU-X/2012 tertanggal 22 November 2012 terkait pengujian Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, MK membenarkan tindakan Kejaksaan Agung dan MA terkait praktik eksekusi putusan pemidanaan. Sebab, sudah puluhan tahun praktik eksekusi ketika divonis bersalah harus segera ditahan.

“Dalam putusan kasasi MA, Susno dan Teddy Tengko menolak eksekusi karena tidak menyebut lamanya pidana dan tidak menyebut perintah penahanan. Berdasarkan putusan MK, setiap putusan MA yang menyebut jenis hukuman pidana harus segera dipenjara, meski tidak ada perintah penahanan,” kata Ketua MK Moh Mahfud MD di Gedung MK, Selasa (5/3).

Mahfud tak sependapat dengan pernyataan kuasa hukum Teddy Tengko, Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan putusan MK itu tidak berlaku surut, sehingga hanya berlaku terhadap kasus-kasus setelah putusan MK itu dibacakan. Sebab, putusan MK itu tidak terkait soal berlaku surut atau tidak dan tidak memberlakukan hukum baru.

“Itu salah jika menggunakan vonis MK sebagai alasan, karena justru yang kasus-kasus yang dahulu sudah benar, mereka itu seharusnya segera dieksekusi. MK justru memperkuat praktik eksekusi yang telah selama ini dilakukan kejaksaan dan harus diteruskan,” tegas Mahfud.

Soal Susno yang menolak diekseksusi lantaran putusan kasasi MA tidak mencantumkan lamanya hukuman, kata Mahfud, putusan yang berlaku adalah putusan negeri/pengadilan tinggi.

“Kalau kasasi MA menolak berarti hukuman pidana yang disebut di pengadilan tinggi itulah yang berlaku, tidak perlu disebutkan lagi lamanya hukuman di putusan kasasi. Karena itu, Susno bisa langsung dipenjara setelah ada vonis MA itu,” jelas Mahfud.

Persoalan ini, lanjut Mahfud, berbahaya bagi praktik penegakan hukum di Indonesia. Dikhawatirkan akan bermunculan orang-orang di luar penjara tidak mau dipenjara, orang yang sudah dipenjara minta dikeluarkan dari penjara, dan orang yang sudah dihukum bisa menuntut ganti rugi secara perdata karena merasa seharusnya mereka tidak dipenjara. Mereka berdalih vonis pidana itu sebelum ada putusan MK itu.

“Putusan MK itu dijadikan alasan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan, apalagi kejahatan korupsi. Janganlah ‘memanipulasi’ putusan MK untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum, pasti akan akan lawan. Makanya, kita minta mereka (Susno dan Teddy) segera dihukum,” pintanya.

Hakim Konstitusi, Ahmad Fadli Sumadi mengingatkan putusan MK itu menolak permohonan pengujian Pasal 197 ayat (1) huruf k, dan ayat (2) KUHAP ini diajukan H. Parlin Riduansyah melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra. MK menolak permohonan tafsir atas pasal ini.

Namun, MK memberi tafsir terhadap Pasal 197 ayat 2 huruf k KUHAP yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP mengakibatkan putusan batal demi hukum. Artinya, ketika amar putusan (semua tingkat peradilan) tidak memuat perintah penahanan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum.

“Jadi putusan MK itu sebenarnya sudah sejalan yang selama ini dipraktikkan Kejaksaan Agung dan MA,” tegasnya.

Sebelumnya, MA meminta Susno segera dieksekusi berdasarkan putusan pengadilan tingkat banding. MA beralasan lazimnya amar putusan kasasi, tidak memuat lagi masa hukuman, maka yang menjadi acuan hukuman pidana untuk eksekusi adalah putusan pengadilan tingkat banding. Dalam putusan banding, Susno dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhkan hukuman penjara 3,5 tahun penjara.

Sementara Teddy Tengko merupakan terpidana kasus korupsi dana APBD dan non-APBD Kepulauan Aru 2006-2007 senilai Rp42,5 miliar. Teddy dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti Rp5,3 miliar subsider berdasarkan putusan kasasi No. 161 K/PID.SUS/2012 tertanggal 10 April 2012.

Namun, melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, Teddy menolak dieksekusi karena putusan kasasi ini dinilai cacat hukum karena putusan kasasi itu tidak memuat perintah agar terdakwa Teddy ditahan. Sebab, berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP, putusan tersebut dinilai batal demi hukum, sehingga tidak bisa dieksekusi oleh jaksa. 

Tags: