Anwar menuturkan pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperoleh data yang dijadikan bukti dalam sidang PHPU sebelum diperintahkan MK tertanggal 8 Agustus 2014 adalah sah menurut hukum sesuai dengan pasal 36 ayat 4 UU MK.
Kalaupun pembukaan kotak suara untuk memperoleh bukti-bukti tersebut sekiranya secara formal dianggap melanggar hukum karena tidak didasarkan perintah pengadilan, bukan berarti tidak dapat dibenarkan. Karena bukti-bukti yang ada di dalam kotak suara diperlukan termohon untuk menanggapi permohonan pemohon dilakukan melalui proses transparan dan akuntabel dengan mengundang saksi pasangan calon, pengawas pemilu dan kepolisian dan membuat berita acara, maka perolehan bukti yang demikian adalah sejalan dengan cara penetapan MK No. 1/PHPU-2014 tanggal 8 Agustus 2014.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, tidak berarti Mahkamah menyatakan bahwa termohon dapat secara bebas membuka kotak suara tanpa alasan dan proses menurut hukum atau norma lain yang berlaku,” katanya.
Terkait DPK, DPTb, DPKTb, Mahkamah tidak menemukan adanya bukti penyalahgunaan terhadap tiga hal tersebut dalam Pilpres 2014. Menurutnya, “Tidak ada bukti termohon (KPU) atau terkait (pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla) atau keduanya untuk dijadikan alat untuk memenangkan salah satu pasangan calon,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumad.
Fadlil juga mengatakan dalil pemohon (Prabowo-Hatta) besarnya jumlah di DPKTb-nya di Sumatera Utara, Riau, Jakarta, Jawa Timur, juga tidak ditemukan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. “Mahkamah mencermati DPKTb di seluruh Indonesia, tidak menemukan merugikan pasangan calon,” kata Fadlil.
MK juga menilai DPKTb tidak melanggar hukum dan harus dinilai sebagai implementasi jaminan hak warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT untuk memilih sesuai putusan MK No. 102 Tahun 2009. “DPKTb, DPK, DPTB sesuai dengan hukum telah memberikan ruang bagi pemilih meski tidak terdaftar di DPT,” katanya.
Lagipula, adanya DPK, DPTb DPKTb telah diatur dalam Peraturan KPU sebagai pelaksanaan putusan MK No. 102 Tahun 2009. “Peraturan KPU masih ada dan belum pernah dibatalkan MA, sehingga aturan itu tetap sah,” kat Fadlil.
Saat berita ini diturunkan Majelis MK masih membacakan putusan sengketa Pilpres ini.