MK: Kewenangan Penyidikan OJK Wajib Koordinasi dengan Polri
Berita

MK: Kewenangan Penyidikan OJK Wajib Koordinasi dengan Polri

Mahkamah berkesimpulan kewenangan penyidikan OJK yang merupakan inti dari dalil para Pemohon adalah konstitusional sepanjang dikoordinasikan dengan penyidik kepolisian.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Terlepas jenis-jenis tindak pidana dalam sektor jasa keuangan yang sangat beragam dan tujuan dibentuknya OJK, Mahkamah memandang kewenangan penyidikan OJK adalah konstitusional. Artinya, kewenangan OJK bukan semata-mata dalam konteks penegakan hukum administratif semata, tetapi dalam batas-batas dan syarat-syarat tertentu juga mencakup kewenangan penegakan hukum yang bersifat projustitia sebagaimana telah dipertimbangkan di atas. 

 

“Tegasnya, demi kepastian hukum, koordinasi dengan penyidik kepolisian dilakukan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), pelaksanaan penyidikan, sampai dengan selesainya pemberkasan sebelum pelimpahan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum,” lanjutnya.

 

Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, Mahkamah  berkesimpulan kewenangan penyidikan OJK yang merupakan inti dari dalil para Pemohon adalah konstitusional sepanjang dikoordinasikan dengan penyidik kepolisian. Untuk itu, dalil para Pemohon selain dan selebihnya oleh karena tidak relevan, sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

 

“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.” 

 

Permohonan ini diajukan sejumlah akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Surakarta, yakni Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitasari, Bintara Sura Priambada, Ashinta Sekar Bidari. Para Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU OJK, terutama frasa “penyidikan” dalam kedua pasal tersebut.

 

Para Pemohon menilai kewenangan penyidikan PPNS OJK dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari proses pemanggilan, pemeriksaan, meminta keterangan, penggeledahan hingga pemblokiran rekening bank, apabila tidak sesuai dengan KUHAP dan tidak berkoordinasi dengan kepolisian.

 

Menurut Pemohon, original intent dibentuk OJK untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan (supervisi) jasa keuangan perbankan dan nonperbankan, bukan menjalankan fungsi penegakkan hukum.  Selain itu, wewenang penyidikan OJK dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 9 huruf c jo Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU OJK terkait PPNS OJK dapat meminta bantuan penyidik Polri, overlapp dan inharmoni terhadap Pasal 7 ayat (1) KUHAP, dimana PPNS diberi wewenang tersendiri oleh UU. Seharusnya wewenang penyidikan OJK ini selalu di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik polri.

 

Karena itu, para pemohon meminta kepada Mahkamah menyatakan kata “penyidikan” dalam Pasal 1 angka 1 dan kata “penyidikan” dalam Pasal 9 huruf c UU OJK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya, Pemohon minta wewenang penyidikan pada OJK dihapus atau dicabut, sehingga tidak memiliki kewenangan lagi untuk menyidik.   

Tags:

Berita Terkait