Atas hal ini, Jeanny menyayangkan berbagai pelanggaran hukum tersebut terjadi mengingat jumlah pinjaman nasabah tidak besar. Sebagian besar peminjam hanya memiliki pinjaman pokok senilai di bawah Rp2 juta.
“Tindak pidana yang mereka alami menjadi harga yang sangat mahal yang harus mereka bayar,” jelas Jeanny.
(Baca Juga: Ada Ragam Persoalan, Begini Investor Asing Menilai Regulasi Fintech Indonesia)
Dalam pengaduan masyarakat tersebut terdapat berbagai pelanggaran pidana dalam bentuk pengancaman, fitnah, penipuan bahkan pelecehan seksual. Padahal, penagihan secara intimidatif dan teror merupakan tindakan yang dilarang dalam Peraturan OJK 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Kode Perilaku (Code of Conduct) Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech).
LBH Jakarta mencatat sebanyak 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami oleh korban aplikasi pinjaman online. Pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagai berikut:
|
Menanggapi persoalan ini, Direktur Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech), M Ajisatria Suleiman, menyatakan pihaknya akan memeriksa laporan pengaduan LBH Jakarta tersebut. Pendalaman tersebut untuk memastikan laporan tersebut termasuk dalam pelanggaran dalam penilaian Aftech.
Selain itu, Aji juga menjelaskan pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan LBH Jakarta untuk mendalami laporan masyarakat tersebut. “Akan ada lawyer litigasi kami yang akan bertemu dengan pihak LBH untuk membahas ini,” kata Aji kepada hukumonline, Senin (10/12).
(Baca Juga: Jenis-jenis Pelanggaran Hukum di Industri Fintech)
Menurut Aji, apabila terdapat bukti pelanggaran kuat perusahaan fintech terdaftar tersebut maka akan dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan berlaku. “Kalau terbukti bersalah sanksi terberatnya bisa berupa pencabutan izin,” jelas Aji.