Minimnya Penggunaan Mekanisme TPPU dalam Pemberantasan Korupsi
Terbaru

Minimnya Penggunaan Mekanisme TPPU dalam Pemberantasan Korupsi

Seperti KPK masih menjerat pelaku menggunakan Pasal 3 dan 4 UU 8/2010 secara alternatif, padahal dimungkinkan diterapkan secara kumulatif dalam dakwaan. Kemudian belum pernah menyidik dan menuntut perkara yang bersifat third party money laundering dan stand-alone money laundering yang berasal dari kejahatan korupsi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Yunus berpandangan, KPK masih menjerat pelaku menggunakan Pasal 3 dan 4 UU 8/2010 secara alternatif.  Padahal penerapan kedua pasal tersebut secara kumulatif dalam dakwaan dimungkinkan. Selain itu, KPK dalam penyidikan dan penuntutan perkara belum pernah menyidik dan menuntut perkara yang bersifat third party money laundering dan stand-alone money laundering yang berasal dari kejahatan korupsi. Padahal, penerapan keduanya dapat memberi efek jera sekaligus mengoptimalkan pemulihan aset.

“Terapkanlah third party money laundering dan stand-alone money laundering untuk memberikan efek jera dan meningkatkan asset recovery,” imbuh Yunus.

Pria yang juga berprofesi sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera menilai, KPK belum pernah menerapkan Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) untuk harta kekayaan hasil korupsi. Yunus menjelaskan, Pasal 67 UU 8/2010 terkait NCB dapat diterapkan untuk meningkatkan pemulihan aset.

Terakhir, KPK pun belum pernah menerapkan Pasal 5 UU 8/2010 untuk pelaku yang menerima, menguasai dan menggunakan harta kekayaan hasil Tipikor. Yunus menyarankan agar KPK mengoptimalkan penggunaan mekanisme TPPU jika ingin memaksimalkan pemulihan aset dalam pemberantasan korupsi. Terdapat hubungan kuat antara korupsi dengan TPPU yang dilihat secara yuridis dan sosiologis.

Secara yuridis, korupsi merupakan tindak pidana asal (Predicate Crime) dari tindak pidana pencucian uang Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010. Sementara secara sosiologis, korupsi merupakan salah satu sumber TPPU. Kendati demikian, KPK masih amat sedikit menuntut perkara korupsi menggunakan UU 8/2010.

“Sejak 2004-2022, hanya 9,27% atau 50 perkara dari 539 perkara korupsi yang ditangani KPK menggunakan TPPU,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait