Minimnya Database Peraturan Persulit Harmonisasi Hukum
Utama

Minimnya Database Peraturan Persulit Harmonisasi Hukum

Penyelenggaraan sistem informasi peraturan perundang-undangan masih sektoral dan tidak lengkap.

Mvt
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, database peraturan sangat diperlukan agar publik dapat dengan mudah mengetahui peraturan perundang-undangan. Sebab, setiap warga negara diwajibkan untuk tahu dan memahami peraturan perundang-undangan. “Kita kan tidak boleh beralasan belum tahu kalau ada aturannya (asas fiksi hukum),” jelasnya.

 

Arya menegaskan, akses publik terhadap publikasi peraturan perundang-undangan merupakan elemen penting negara demokrasi. Ia menambahkan, seharusnya model database ideal tidak hanya memuat koleksi peraturan perundang-undangan. “Lengkapi juga dengan kumpulan putusan pengadilan dan bahan sekunder lainnya. Misalnya, memorie van toelichting, naskah akademis, artikel, jurnal, dan berita hukumonline,” ujarnya.

 

Egoisme Sektoral

Mengatasi hal ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional berinisiatif mendorong upaya penyatuan database hukum nasional. Menurut Direktur Analisa Peraturan Perundang-Undangan Bappenas, Arif Christiono Soebroto, masalahnya karena tidak hanya satu lembaga yang berwenang menyebarkan informasi terkait peraturan perundang-undangan. Peraturan setingkat UU, dan PP bisa disebarkan oleh Sekretariat Negara, Kemenkumhan, dan kementerian pemrakarsa. “Bahkan, untuk perda Kemendagri juga ikut menyebarkan,” katanya.

 

Arif menjelaskan, ada beberapa kendala sehingga penyatuan database ini sulit. Pertama, koordinasi antar lembaga sangat minim. Egoisme sektoral masih melingkupi kementerian dan lembaga terkait, terutama lembaga pemrakarsa.

 

Selain itu, visi dan kepedulian setiap lembaga perlu ditingkatkan. Menurut Arif, belum semua kementerian dan lembaga pemerintahan menganggap penting database peraturan yang lengkap dan akurat. “Ini juga masalah mendasar, banyak yang tidak mengelola dengan baik database peraturannya,” tukasnya.

 

Karena itu, lanjut Arif, Bappenas berupaya menghidupkan lagi wacana penyatuan database peraturan perundang-undangan ini secara nasional. Meski demikian, ia mengakui Bappenas tidak dapat menjalankan upaya ini dengan baik tanpa komitmen dan inisiatif dari kementerian atau lembaga lain. “Bappenas kan bukan departemen teknis,” katanya.

 

Arif lebih mendukung pemberdayaan sistem database yang sudah dilakukan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Proyek ini sebenarnya sudah dimulai sejak akhir tahun 1970-an melalui Sistem Jaringan Data dan Informasi (SJDI). “Itu (SJDI) kan sudah jadi. Sebaiknya itu saja yang kita perbaiki. Kita lihat apa kendalanya selama ini. Apakah masalah anggaran, sarana prasarana, atau SDM. Itu yang kita sempurnakan,” tegasnya.

 

Penyatuan database secara nasional ini bukan hal sulit. “Kalau semua punya komitmen, satu tahun juga selesai,” tandas Ketua Pusat Kajian Regulasi, Ida Bagus R. Supancana, ditemui usai mempresentasikan hasil kajiannya dalam lokakarya tersebut.

Tags: