MINDA Diluncurkan, Upaya Baru Advokasi Perdamaian dan Keadilan Dunia dari Indonesia
Terbaru

MINDA Diluncurkan, Upaya Baru Advokasi Perdamaian dan Keadilan Dunia dari Indonesia

Perkumpulan ini mendorong dalam penyelesaian konflik hingga membangun budaya perdamaian yang inklusif.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

Fenomena genosida itu membutuhkan kontribusi lain dalam bentuk advokasi untuk turut memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Sejalan dengan itu, MINDA mengusung advokasi sebagai salah satu upaya untuk mendekatkan diri pada kemerdekaan Palestina.

Para pembicara dalam seminar adalah pakar-pakar dari kalangan akademisi, organisasi masyarakat, hingga aktivis kemanusiaan. Luthfi Zuhdi, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia mengungkapkan sudut pandang soal kemerdekaan Palestina.

“Salah satu caranya dengan memberikan dukungan jalur diplomatik, memberikan dukungan berupa capacity building terhadap warga Palestina maupun mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza,” jelasnya.

Akademisi lainnya dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Maimon Herawati mengatakan saat ini salah satu cara advokasi yang signifikan adalah melalui jalur jurnalistik. Maimon menjelaskan pemberitaan yang ada saat ini sebagian besar bias informasi dan narasi yang tidak adil bagi Palestina.

Pemberitaan yang digaungkan hanya seputar serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023 yang lalu. “Seolah-olah konflik di sana terjadi semata-mata karena serangan Hamas pada Oktober 2023 saja. Padahal, penjajahan Israel terhadap Palestina sudah terjadi sejak tahun 1948,” jelas Maimon.

Hal ini diperkuat dengan penjelasan Saiful Bahri, dosen Studi Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ia mengajak para peserta seminar untuk berfokus bahwa masalah Palestina tidak bermula dari 7 Oktober yang lalu, melainkan sudah terjadi puluhan tahun. “Bahkan sejak Sykes-Picot Agreement (1916) dan Balfour Declaration (1917) yang mengafirmasi perpindahan besar-besaran warga Yahudi dari Eropa ke tanah Palestina yang berujung pada deklarasi berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948 atas fasilitasi Misi Inggris di Palestina,” jelas Saiful.

Ia mengajak untuk tidak melupakan sejarah, bahkan masyarakat dunia dapat mendirikan museum tentang Palestina di seluruh dunia. Ingatan publik atas kekejaman Israel terhadap Palestina harus tetap terjaga untuk menjaga penghormatan pada kemanusiaan.

Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia juga menekankan bahwa dalam kasus Israel di Palestina telah melanggar tiga lapis hukum internasional. Masing-masing adalah hukum humaniter internasional, hukum pidana internasional, dan hukum hak asasi manusia internasional.

Usman mendesak agar Indonesia melakukan aksi hukum yang konkret. “Jangan berlindung di balik alasan belum meratifikasi konvensi tertentu. Jangan kalah dengan Afrika Selatan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait