Mewaspadai Implikasi dari Minimnya Pengaturan Hukum Ruang Angkasa Indonesia
Terbaru

Mewaspadai Implikasi dari Minimnya Pengaturan Hukum Ruang Angkasa Indonesia

Minimnya pengaturan hukum ruang angkasa menjadi ancaman yang disebabkan penyebaran masif konstalasi satelit besar terhadap keberadilan ekonomi ruang angkasa, produksi serpihan dan risiko keamanan penerbangan luar angkasa serta dampaknya terhadap infrastruktur penting ruang angkasa.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Penggunaan teknologi satelit di ruang angkasa menjadi kebutuhan utama konektivitas di Indonesia. Sayangnya, minimnya pengaturan hukum ruang angkasa menjadi ancaman yang disebabkan penyebaran masif konstalasi satelit besar terhadap keberadilan ekonomi ruang angkasa, produksi serpihan dan risiko keamanan penerbangan luar angkasa serta dampaknya terhadap infrastruktur penting ruang angkasa.  

Dalam diskusi “Munculnya Ancaman bagi Keberlanjutan Ruang Angkasa & Resiko bagi Ekonomi Ruang Angkasa dan Konektifitas Digital Indonesia” yang diselenggarakan S. ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC) dan Universitas Indonesia (UI) pada Senin (8/8), terdapat pandangan pentingnya mengambil langkah menjamin keberlajutan akses dan pengunaan ruang angkasa khususnya di orbit terdekat bumi (Low Earth Orbit, LEO).

Pandangan yang disampaikan mencakup beberapa perspektif. Pertama, secara global, konektifitas digital bergantung pada pengelolaan keberlanjutan sumber daya orbit ruang angkasa yang terbatas, yang dibutuhkan satelit untuk melayani berbagai wilayah kegiatan ekonomi dan transformasi digital. Penggunaan yang berkelanjutan dari ruang angkasa dan akses yang berkeadilan atas ruang angkasa menjadi perhatian semua negara karena setiap negara menerima manfaat dari akses dan pengunaan ruang angkasa yang berkeadilan.

Baca Juga:

Kedua, ekonomi ruang angkasa yang baru dicirikan dengan kemunculan pelaku swasta sebagai alternatif dari peluncuran ruang angkasa, dan juga pelaku swasta yang membangun dan memiliki konstalasi satelit besar yang terdiri dari ribuan satelit, selain memiliki kemampuan peluncuran (integrasi vertikal). Peluncuran ruang angkasa swasta telah menurunkan biaya untuk mengakses ruang angkasa tetapi juga memicu persaingan penyebaran konstalasi satelit yang besar ke orbit terdekat dari bumi, LEO (Low Earth Orbit).

Ketiga, kompetisi antara konstalasi satelit yang besar untuk mendapatkan secara cepat sebanyak mungkin sumber daya orbit LEO yang dibagikan secara global menyebabkan peningkatan signifikan risiko tabrakan ruang angkasa yang tidak terhindarkan, produksi jumlah besar dari serpihan ruang angkasa dan integrasi vertikal antara akses ruang angkasa dan infrastruktur satelit.

Hal-hal ini mengarah pada beragam dampak eksternalitas dan pada usaha mengontrol orbit LEO oleh beberapa pelaku swasta di LEO, dengan kerugian bagi jaringan LEO yang lebih kecil dan negara-negara yang tidak memiliki kemampuan peluncuran.

Keempat, infrastruktur satelit menyediakan beberapa aset terpenting dalam pengembangan keberlanjutan global, diantaranya dapat disebutkan, pemantauan cuaca dan pencitraan, komunikasi, navigasi, keamanan, dan pengawasan, dan lainnya. Aset-aset dan manfaat ini sangatlah penting bagi semua negara, utamanya bagi Indonesia mengingat karakteristik dari geografi dan wilayahnya yang luas.

Seluruh warga negara Indonesia telah bersentuhan dengan ekonomi luar angkasa pada kesehariannya, seringkali tanpa disadari, dan kontribusi dari teknologi satelit sudah menjadi bagian integral dari ekonomi nasional Indonesia. Aset-aset dan manfaat ini terancam oleh praktik tidak berkelanjutan di ruang angkasa, khususnya melalui kombinasi satelit LEO dengan konstalasi yang besar, sifat terbatas dari sumber daya orbit LEO dan peraturan yang baru muncul terkait pengunaan secara berkelanjutan.

Kelima, SAIAC mendorong aksi kebijakan untuk menjamin bahwa Indonesia dan setiap negara mengamankan akses pada LEO melalui pemerintahan nasional mereka untuk dapat melindungi “ekonomi ruang angkasa dan opsi mengenai LEO” kita melalui kebijakan nasional dan mekanisme perizinan pada tingkatan akses pasar.

Dosen Departemen Teknik Elektro UI, Profesor Kalamullah Ramli mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pihaknya telah menguraikan tujuh rekomendasi bagi pemerintah Indonesia untuk secara proaktif melindungi Indonesia dari kemunculan ancaman bagi keberlanjutan ruang angkasa dan memitigasi resiko bagi pengembangan ekonomi ruang angkasa Indonesia di LEO.

Pertama, Indonesia perlu mempertimbangkan membentukan sistem perizinan nasional, sebagai contoh dengan meningkatkan proses aplikasi landing right saat ini, untuk melindungi kepentingan Indonesia akan LEO dan yang lebih jauh.

Kedua, Indonesia didesak untuk mempromosikan peraturan perundang-undangan yang kuat untuk menjamin ekosistem luar angkasa berkelanjutan untuk manfaat jangka panjang ekonomi Indonesia dan kepentingan nasional. Ketiga, pemerintah diharapkan melindungi dan menjamin “opsionalitas luar angkasa” Indonesia. Keempat, Indonesia harus menjaga keberlangsungan hidup jangka panjang dari kemampuan GEO dan investasinya Indonesia.

Kelima, Indonesia diharapkan untuk mengembangkan regulasi di wilayah LEO yang pro-kompetisi untuk melindungi konsumen, mencegah titik kegagalan tunggal, dan mencegah ruang LEO menjadi terkunci hanya oleh pelaku usaha yang membangun konstalasi besar. Keenam, Indonesia perlu memiliki program pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan pemerintahan yang menyeluruh untuk menjaga kepentingan Nasional untuk keberlanjutan ruang angkasa. Ketujuh, Indonesia didesak untuk melindungi kepentingannya di ruang-ruang diskusi internasional terkait permasalahan optimlisasi wilayah angkasa LEO, untuk mencapai norma Internasional yang menjamin keadilan dalam pengunaan LEO bagi seluruh Negara.

Direktur Jenderal Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail menyampaikan komponen utama dari pertumbuhan digitalisasi dunia adalah dampaknya kepada teknologi ruang angkasa. Hal ini akan berperan penting dalam memajukan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan dalam kebangkitan paska pandemi COVID-19.

“Terkait dengan meningkatnya jumlah kegiatan ruang angkasa Indonesia, kita menghadapi resiko besar dalam bentuk serpihan ruang angkasa dan kita juga terdampak oleh ketidakjelasan yurisdiksi hukum ruang angkasa, yang dapat membahayakan ambisi kita untuk mempercepat konektifitas digital Indonesia. Serpihan ruang angkasa adalah ancaman besar untuk keberlanjutan jangka panjang dari kegiatan luar angkasa,” jelasnya.

Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan, Mayor Jenderal Yudi Abrimantyo menyampaikan serpihan satelit saat ini sudah mencapai tahap menghawatirkan, bahkan sebelum persaingan ruang angkasa yang baru dimulai.

“Akan sulit untuk membayangkan apa yang akan terjadi bila kita terus membawa lebih banyak satelit dalam kecepatan seperti saat ini. Oleh karenanya, sebelum kita memahami cara mengontrol lalu lintas ruang angkasa dan serpihannya, dan dampaknya kepada konstalasi besar LEO, kita harus menunda persaingan yang sekarang sedang berlangsung,” ungkapnya.

Ahli Industri Satelit dan Kandidat Indonesia untuk International Telecommunication Union Radio Regulations Board (ITU RRB), Meiditomo Sutyarjoko mengatakan Indonesia sangat bergantung pada infrastuktur digital berbasis ruang angkasa karena geografi yang menantang dan kebutuhan untuk menghubungkan seluruh warga Indonesia di darat, laut, dan udara.

“Oleh karena itu, kita harus mengamankan akses ruang angkasa untuk jangka panjang dan untuk itu kita perlu memastikan bahwa orbit LEO tersedia bagi kita secara berkeadilan, terbuka untuk diakses semua operator, dan menjaganya bebas dari resiko benturan dan serpihan. Kami senang para ahli Indonesia bergabung saat ini untuk meningkatkan kesadaran yang akan mengeskalasi permasalahan ini pada tingkatan yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Shanti Shamdasani dari SAIAC menambahkan permasalahan terkait dengan keberlanjutan ruang angkasa sangatlah kritis untuk pertumbuhan masa depan, bumi, dan akses pada konektifitas digital yang kurang dihargai pada saat ini.

“Bila kita tidak mulai memperhatikan apa yang terjadi di ruang angkasa kita, kita dapat memperbolehkan perlakuan buruk dan merugikan yang kita telah lakukan kepada bumi. Keberadilan dan ruang angkasa adalah masalah yang serius, dan kurangnya prilaku bertangungjawab dalam hal LEO, konstalasi LEO yang besar menyebabkan risiko bagi keseluruhan sumber daya orbit LEO yang digunakan bersama secara global,” ujarnya.

Dia masa depan dari ekonomi luar angkasa sedang dibentuk dengan biaya peluncuran ruang angkasa yang lebih rendah, tetapi hal ini menyebabkan persaingan sampai pada dasarnya beberapa pelaku mengambil seluruh sumber daya LEO yang tersedia, termasuk orbit dan frekuensi yang digunakan untuk komunikasi global dari ruang angkasa. Hal ini beresiko bagi semua negara untuk kehilangan akses berkeadilan pada ruang angkasa.

“Di sinilah pemerintah perlu berpaling pada para ahli untuk membantu mengembangkan kebijakan nasional dan mekanisme pengaturan untuk menangulangi ancaman tersebut,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait