Anggota Komisi III DPR menyepakati Pasal 219-221 RUU KUHP yang berkaitan dengan larangan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme. Jika dirujuk lebih jauh, pasal-pasal ini berasal dari UU Subversi yang sudah dicabut, dan kemudian diadopsi lewat UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
Larangan menyebarkan idologi komunisme sebenarnya ada dalam KUHP. Pasal 107a menyebutkan: ‘Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun’. Larangan senada juga dalam TAP MPR No. XXV/MPRS/1966.
Rumusan Pasal 219 RUU KUHP hasil pembahasan di Komisi III DPR menjadi: (1) Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun; (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana penjara paling lama 7 tahun; (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP termasuk kelompok masyarakat yang mengkritik rumusan pasal-pasal anti-komunisme/Marxisme-Leninisme. Aliansi yang beranggotakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat ini khawatir rumusan baru yang dibuat berpotensi lebih eksesif dibandingkan rumusan KUHP yang berlaku sekarang. Aliansi berangkat dari pandangan bahwa ‘apa yang ada dalam pikiran seseorang tidak bisa dihukum’. Aliansi menuding pasal-pasal dalam RUU KUHP mencoba menerobos prinsip ini.
Aliansi juga mengkhawatirkan rumusan yang terlalu luas dan multitafsir bisa menghambat kebebasan berekspresi dalam masyarakat. Yang paling fatal adalah pembubaran diskusi, larangan berkumpul, dan larangan penerbitan buku dan sejenis dengan dalih dan klaim sepihak bahwa kegiatan itu menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme. Indikasinya, pelarangan sudah sering terjadi sekalipun diskusi itu dilakukan di lingkungan kampus.