Mereposisi Status Tap MPR dalam Sistem Hukum Indonesia
Berita

Mereposisi Status Tap MPR dalam Sistem Hukum Indonesia

Anggota MPR berpandangan Tap MPR masih sebagai panduan sumber hukum materil dan formil dalam proses pembuatan UU dan kebijakan lain. Namun, mantan hakim MK ini menilai Tap MPR hanya sebagai landasan etik dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kiri ke Kanan : Rambe Kamaruzaman, moderator (Refly Harun), Prof Maria Farida, Hamdan Zoelva dalam sarasehan memperingati Hari Konstitusi dengan tema
Kiri ke Kanan : Rambe Kamaruzaman, moderator (Refly Harun), Prof Maria Farida, Hamdan Zoelva dalam sarasehan memperingati Hari Konstitusi dengan tema "Memperkuat Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Dalam Sistem Hukum Indonesia’ di Komplek Gedung Parlemen, Sabtu (18/8). Foto: Humas MPR

Sebagai lembaga tertinggi negara dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengeluarkan sejumlah ketetapan (Tap) MPR sebelum amandemen UUD 1945. Namun, dalam perubahan keempat UUD 1945 yang berlaku sejak Agustus 2002 hanya berlaku beberapa Tap MPRS dan MPR secara hukum.

 

Pernyataan itu disampaikan anggota MPR dari Fraksi Golkar Rambe Kamaruzaman dalam sarasehan memperingati Hari Konstitusi bertajuk “Memperkuat Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR dalam Sistem Hukum Indonesia” di Komplek Gedung Parlemen, Sabtu (18/8/2018).

 

Rambe menjelaskan berdasarkan amanat Pasal I aturan Tambahan, Pasal I dan II Aturan Peralihan UUD 1945, MPR membuat Tap MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Dari Tahun 1960 Sampai Tahun 2002. Atas dasar Tap MPR I/MPR/2003 itu, sepanjang 1960–2002 terdapat 139 ketetapan MPRS/MPR. Materi dan status hukum Tap MPRS/MPR dikelompokan dalam 6 pasal.

 

Pertama, Tap MPRS/MPR bersifat mengatur dan memberikan tugas kepada presiden. Kedua, Tap MPRS/MPR bersifat penetapan (beschikking).Ketiga, Tap MPRS/MPRS yang bersifat mengatur ke dalam (interne regelingen). Keempat, Tap MPRS/MPR bersifat  deklaratif. Kelima, Tap MPRS/MPR bersifat rekomendasi. Dan keenam bersifat perundang-undangan. Berdasarkan pengelompokan dalam pasal-pasal Tap MPR 1/2003 materi status hukum Tap MPRS/MPR terbagi menjadi beberapa status:

 

Yakni, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; tetap berlaku dengan ketentuan; tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004; tetap berlaku sampai dengan terbentuknya UU; tetap berlaku sampai dengan ditetapkan peraturan tata tertib yang baru oleh MPR hasil Pemilu 2004; dan dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum karena bersifat final telah dicabut.

 

Rambe yang juga mantan Ketua Panitia Adhoc II Badan Pekerja MPR periode 2003-2004 itu menilai Tap MPRS/MPR masih berlaku merupakan produk hukum di bawah UUD 1945. Selain itu, Tap MPR/MPRS dijadikan sebagai panduan sumber hukum materil dan formil dalam proses pembuatan UU dan kebijakan lainnya.

 

“Dari kajian MPR RI, terdapat 13 Tap MPR yang masih berlaku dan perlu dorongan, baik secara politik maupun hukum, agar 13 Tap MPR tersebut dapat maksimal menjadi rujukan dalam proses pembentukan hukum dan menjadi rujukan dalam kebijakan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” harapnya.

 

Menurutnya, Tap MPRS/MPR yang masih berlaku menjadi batu uji materi peraturan perundang-undangan di bawah Tap MPRS/MPR. Karenanya, dalam konsep ideal materi dan status hukum, dengan mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Tap MPRS/MPRS yang masih berlaku menjadi sumber hukum yang (bersifat mengatur) menempati posisi di bawah UUD 1945.

 

Dia melanjutkan mengacu Tap MPR I/2003, maka MPR sedianya dapat menerbitkan Tap MPR yang bersifat beschikking. Termasuk penetapan dalam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dan penetapan Presiden/Wakil Presiden bila berhalangan tetap atau tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “Seharusnya MPR RI dapat mengeluarkan Tap MPR yang berisi tentang penjelasan tafsir pasal-pasal dalam UUD 1945 (bersifat mengatur),” harapnya.

 

Tap MPR tidak mengatur

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Maria Farida Indrati  berpandangan aturan dasar bernegara tertuang dalam batang tubuh UUD 1945, ketetapan MPR (Tap MPR), dan konvensi ketatanegaraan. Menurutnya, aturan dasar negara merupakan landasan bagi pembentukan Undang-Undang (formell Gesetz) dan peraturan lain yang lebih rendah. Hanya saja, dengan berlakunya UUD 1945 hasil amandemen, MPR tidak lagi dapat mengeluarkan Tap MPR yang bersifat peraturan (regeling).

 

“Oleh karenanya, kewenangan menetapkan garis-garis besar dari haluan negara tidak menjadi wewenang MPR lagi,” ujarnya.

 

Berdasarkan catatan Maria Farida, terdapat 8 Tap MPR/MPRS yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kemudian 3 Tap MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan. Selain itu, ada 8 Tap MPR/MPRS yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004.

 

Tak hanya itu, terdapat 11 Tap MPR/MPRS yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang; 5 yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh MPR hasil pemilihan umum tahun 2004, dan 104 Tap MPR/MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

 

Mantan Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva berpandangan terhadap beberapa Tap MPR yang masih berlaku mesti merujuk pada ketentuan Tap MPR I/2003 yakni dengan melakukan peninjauan dengan menentukan status hukumnya. Dia berpendapat setidaknya keberadaan Tap MPR I/2003 sudah dapat menentukan ketetapan yang masih berlaku. Dengan demikian, masih (mengandung) memiliki norma  hukum.

 

“Karena masih diberikan kewenangan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. Baca Juga: Putri Bung Karno Persoalkan TAP MPR ke MK

 

Dengan begitu, ketentuan Pasal 24C UUD 1945 yang mengatur MK tidak berwenang menetapkan Tap MPR sebagai batu uji (seperti halnya UUD Tahun 1945). Namun demikian, MK pun tidak menafikan Tap MPR I/2003 dapat menjadi batu penguji. Pasalnya, Tap MPR mendapat kewenangan dari Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. “Sehingga dia (Tap MPR) (masih) memiliki norma,” tegasnya.

 

Hamdan Zoelva yang juga anggota Lembaga Pengkajian MPR itu berpendapat status Tap MPR dinilainya hanya sebagai landasan etik dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Baginya, MPR yang tidak dapat membuat keputusan berupa ketetapan yang bersifat mengatur alias regeling, kecuali hanya bersifat beschikking (keputusan/ketetapan).

 

Menurutnya, dalam amandemen UUD 1945, penafsiran terhadap UU terhadap UUD Tahun 1945 berada di ranah MK. Karena itu, MPR tak lagi berwenang memberikan pernafsiran terhadap UU. Sebaliknya, MPR pasca amandemen UUD 1945, hanya dapat mengeluarkan produk yang bersifat beschikking menyoal pergantian presiden di tengah jalan, misalnya. “Itu pandangan saya terhadap Tap MPR yang statusnya hukumnya masih berlaku,” kata dia.

 

Maria Farida mengamini pandangan Zoelva. Menurutnya, pengujian terhadap Tap MPR pernah diputuskan MK sebanyak dua kali. Seperti tertuang dalam putusan MK No. 24/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 MK memiliki pandangan.

 

Bunyi putusannya, permohonan para Pemohon tidak dapat diterima karena tidak termasuk dalam kewenangan MK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Selain itu, putusan MK No. 75/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.

 

“MK kembali menegaskan pendiriannya sebagaimana pada putusan sebelumnya bahwa MK tidak berwenang mengadili permohonan a quo. Dengan demikian, permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” katanya. Baca Juga: MK Tak Berwenang Uji Tap MPR

Tags:

Berita Terkait