Mereposisi Status Tap MPR dalam Sistem Hukum Indonesia
Berita

Mereposisi Status Tap MPR dalam Sistem Hukum Indonesia

Anggota MPR berpandangan Tap MPR masih sebagai panduan sumber hukum materil dan formil dalam proses pembuatan UU dan kebijakan lain. Namun, mantan hakim MK ini menilai Tap MPR hanya sebagai landasan etik dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, Tap MPRS/MPR yang masih berlaku menjadi batu uji materi peraturan perundang-undangan di bawah Tap MPRS/MPR. Karenanya, dalam konsep ideal materi dan status hukum, dengan mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Tap MPRS/MPRS yang masih berlaku menjadi sumber hukum yang (bersifat mengatur) menempati posisi di bawah UUD 1945.

 

Dia melanjutkan mengacu Tap MPR I/2003, maka MPR sedianya dapat menerbitkan Tap MPR yang bersifat beschikking. Termasuk penetapan dalam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dan penetapan Presiden/Wakil Presiden bila berhalangan tetap atau tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “Seharusnya MPR RI dapat mengeluarkan Tap MPR yang berisi tentang penjelasan tafsir pasal-pasal dalam UUD 1945 (bersifat mengatur),” harapnya.

 

Tap MPR tidak mengatur

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Maria Farida Indrati  berpandangan aturan dasar bernegara tertuang dalam batang tubuh UUD 1945, ketetapan MPR (Tap MPR), dan konvensi ketatanegaraan. Menurutnya, aturan dasar negara merupakan landasan bagi pembentukan Undang-Undang (formell Gesetz) dan peraturan lain yang lebih rendah. Hanya saja, dengan berlakunya UUD 1945 hasil amandemen, MPR tidak lagi dapat mengeluarkan Tap MPR yang bersifat peraturan (regeling).

 

“Oleh karenanya, kewenangan menetapkan garis-garis besar dari haluan negara tidak menjadi wewenang MPR lagi,” ujarnya.

 

Berdasarkan catatan Maria Farida, terdapat 8 Tap MPR/MPRS yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kemudian 3 Tap MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan. Selain itu, ada 8 Tap MPR/MPRS yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004.

 

Tak hanya itu, terdapat 11 Tap MPR/MPRS yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang; 5 yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh MPR hasil pemilihan umum tahun 2004, dan 104 Tap MPR/MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

 

Mantan Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva berpandangan terhadap beberapa Tap MPR yang masih berlaku mesti merujuk pada ketentuan Tap MPR I/2003 yakni dengan melakukan peninjauan dengan menentukan status hukumnya. Dia berpendapat setidaknya keberadaan Tap MPR I/2003 sudah dapat menentukan ketetapan yang masih berlaku. Dengan demikian, masih (mengandung) memiliki norma  hukum.

Tags:

Berita Terkait