Mereduksi Celah Penyiksaan di Ruang Tahanan
Kolom

Mereduksi Celah Penyiksaan di Ruang Tahanan

Indonesia harus mengambil langkah efektif serta ekstra konkret guna memutus rantai penyiksaan, utamanya yang sering terjadi di ruang-ruang detensi.

Bacaan 5 Menit

Urgensi Ratifikasi OPCAT

Salah satu permasalahan utama dari langgengnya praktik penyiksaan di lapangan yakni minimnya pengawasan. Lembaga formil yang tersedia saat ini nampaknya belum berhasil secara efektif menjalankan kerja-kerja monitoring. Sistem yang ada pun masih begitu jauh dari akuntabilitas publik. Atasan pelaku penyiksaan bahkan kerap melegitimasi tindakan anak buahnya dengan dalih sudah sesuai prosedur dan penggunaan diskresi.

Satu langkah yang sifatnya esensial guna mencegah ketidakberulangan praktik penyiksaan di Indonesia adalah memperkuat instrumen hukum anti penyiksaan khususnya mengenai kerja pengawasan. Sampai saat ini Indonesia pun tak kunjung meratifikasi Optional Protocol to the UN Convention against Torture and other Cruel (OPCAT), yakni instrumen turunan dari UNCAT.

OPCAT berfokus pada strategi pencegahan penyiksaan yang mana mengatur suatu mekanisme pengawasan bernama National Preventive Mechanism (NPM). Badan ini selanjutnya memiliki otoritas untuk: mengunjungi seluruh tempat yang merampas kebebasan di suatu negara; menjalin hubungan dengan badan-badan pencegahan penyiksaan lainnya dalam tingkat internasional; memberikan komentar atas konsep atau legislasi domestik yang berlaku; dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada otoritas domestik mengenai berbagai cara di mana sistem-sistem perlu diubah guna menjamin perlindungan penuh bagi orang-orang yang dirampas kebebasannya. (APT, 2010)

Walaupun belum meratifikasi OPCAT, saat ini sudah ada lima lembaga yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP). Lembaga tersebut antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK. Sayangnya, KuPP belum dapat berfungsi secara optimal karena belum memiliki dasar hukum yang kuat. Sehingga, tugas-tugas untuk mengunjungi tempat tahanan atau serupa tahanan dalam rangka pengawasan belum tersistem secara baik.

Begitupun lembaga-lembaga yang memiliki tempat tahanan atau serupa tahanan juga sudah saatnya untuk membuka diri terhadap sistem pengawasan dari KuPP. Tempat-tempat seperti Rutan Kepolisian, Lembaga Pemasyarakatan, Rutan Imigrasi, Rumah Detensi Imigrasi, panti-panti sosial, tempat penampungan pekerja migran harus mudah dikunjungi secara berkala guna mengetahui secara persis kondisi kelayakan tempat-tempat tersebut. Sistem pengawasan ini juga sekaligus dapat membuka permasalahan lain di tempat perampasan kemerdekaan, seperti halnya overcrowded, perlakuan yang tidak layak, masalah kesehatan penghuni dan berbagai masalah lainnya.

Baca juga:

Modernisasi Perangkat Pengawasan

Selain sistem pengawasan yang masih bermasalah, lebih teknis, pengawasan yang ada juga tidak didukung dengan perangkat yang memadai. Perkembangan teknologi tidak maksimal diarahkan guna mendukung kinerja aparat yang berbasis akuntabilitas. Jika merujuk petugas di berbagai negara modern, seperti Amerika Serikat, Jerman dan Perancis, mereka telah memiliki CCTV di setiap ruang tahanan dan body camera yang menempel di seragam aparat.

Tags:

Berita Terkait