Menyorot Tindakan Puluhan Anggota TNI Geruduk Polrestabes Medan
Terbaru

Menyorot Tindakan Puluhan Anggota TNI Geruduk Polrestabes Medan

Dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan kepolisian. Aparat militer yang terlibat harus dikenakan sanksi hukum yang tegas.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Buktinya, selama ini tak pernah ada evaluasi terhadap berbagai kasus penggerudukan, intimidasi, perusakan, dan penyerangan yang dilakukan aparat militer terhadap proses penegakan hukum. Perbaikan harus dilakukan secara komprehensif salah satunya merevisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Selama ini Peradilan Militer menjadi instrumen impunitas bagi prajurit militer yang melakukan penyimpangan termasuk tindak pidana.

Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra, mencatat ini bukan kali pertama anggota TNI menyambangi kantor polisi untuk mengintervensi proses penegakan hukum. Tercatat tahun 2023 di kota Medan telah terjadi 4 kali penggerudukan kantor polisi oleh aparat TNI. Tindakan itu secara jelas dan nyata merupakan pelanggaran hukum karena TNI tidak boleh melakukan intervensi terhadap penegakan hukum.

“Apa yang dilakukan anggota TNI terhadap Polrestabes Medan itu merupakan bentuk intervensi hukum dan tidak menghormati proses penegakan hukum,” tegas Annisa.

Akuntabilitas militer

Direktur Eksekutif Elsam, Wahyudi Djafar, mengingatkan sebelum reformasi 1998 militer bekerja di luar hukum. Persoalan itu mulai dibenahi sejak reformasi melalui amandemen konstitusi dan terbitnya UU 34/2004. Berbagai aturan itu menempatkan TNI pada posisinya dalam negara hukum dan demokrasi. Militer yang tidak bekerja sesuai hukum seperti masa orde baru yang terjadi adalah menciptakan ketidakamanan bagi publik, teror, dan lainnya.

“TNI bekerja berdasarkan hukum yakni mengacu pada UU 34/2004, tak boleh keluar dari situ,” urainya.

Tapi yang masih menjadi pekerjaan rumah besar yakni akuntabilitas militer. Wahyudi mengatakan UU 31/1997 sampai sekarang belum direvisi. Padahal beleid itu merupakan aturan kunci untuk memastikan akuntabilitas tindakan dan pelaksanaan tugas militer. Akibatnya selama ini Peradilan Militer melahirkan impunitas. Salah satu peristiwa yang patut menjadi perhatian adalah penyerangan yang dilakukan sejumlah prajurit militer terhadap tahanan di lapas Cebongan Yogyakarta tahun 2013 silam.

Selama UU 31/1997 belum direvisi, Wahyudi yakin peristiwa serupa akan terus terjadi secara berulang. Dia mengingatkan kendali demokratis otoritas sipil terhadap militer harus kuat. DPR harus tegas merespon situasi ini guna mencegah ke depan tidak ada lagi tindakan intimidasi hukum yang dilakukan militer.

Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, tindakan aparat militer yang menggeruduk Polrestabes Medan tidak dibenarkan dalam negara hukum. Proses penegakan hukum harus independen dan tanpa intervensi. “Penting bagi pimpinan TNI untuk segera mengevaluasi berbagai peristiwa seperti itu karena telah terjadi pelanggaran disiplin militer dan terhadap UU No.34 Tahun 2004,” paparnya.

Peristiwa yang terus berulang ini sayangnya tidak dilihat Presiden Joko Widodo sebagai masalah penting di sektor keamanan dan pertahanan. Pria yang disapa Aal itu menyebut Presiden bisa memerintahkan Panglima TNI untuk melakukan tindakan tegas sehingga peristiwa serupa tidak berulang. Jika dikemudian hari terjadi lagi maka harus ada evaluasi terhadap pimpinan TNI di daerah.

Aal mengingatkan untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan, Presiden Jokowi pernah mengancam untuk mencopot Kapolda dan Pangdam di wilayah setempat. Langkah seperti itu layak dilakukan untuk mencegah keberulangan intervensi hukum yang dilakukan aparat militer. Jika ada serangan terhadap proses penegakan hukum maka pimpinan TNI di wilayah tersebut dan bawahannya yang terlibat harus dicopot.

“Ini diperlukan agar ada efek jera. Kalau otoritas sipil membiarkan maka reformasi TNI mengalami kemunduran terus karena masalah tidak diselesaikan tapi malah dibiarkan,” ujarnya sembari menekankan perlunya pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU 31/1997,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait