Menyongsong Masa Depan Bisnis Kendaraan Listrik: Gotong-royong Bisnis dan Regulasi
Berita

Menyongsong Masa Depan Bisnis Kendaraan Listrik: Gotong-royong Bisnis dan Regulasi

Infrastruktur pendukung memang belum betul-betul siap, tapi sedang didorong agar masing-masing ekosistem bisa berjalan dengan baik.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Diskusi
Diskusi

Dinilai mampu menghemat energi hingga 80 persen ketimbang mobil konvensional berbahan bakar minyak (BBM), pemerintah melalui Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan, menampakkan keseriusannya mendorong industri kendaraan berbasis energi listrik, sekalipun aturan turunannya masih belum dikeluarkan.

 

Langkah alih mesin transportasi berbasis bahan bakar minyak (BBM) ke listrik ini diyakini mampu menurunkan emisi gas rumah kaca (Co2) sebesar 29 persen pada tahun 2030 mendatang, menjaga ketahanan energi di sektor transportasi darat sekaligus diharapkan mampu mencapai target 20 persen untuk produksi kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle / LCEV) di tahun 2025 mendatang.

 

Pertanyaannya, sudah seberapa siapkah pemangku kebijakan berikut stakeholder baik dari BUMN, PLN sebagai pemegang hak monopoli penjualan listrik maupun sektor swasta dalam menangkap peluang ini? Bila ke depan produksi EV massal dilakukan, sudah seberapa siapkah pengadaan infrastruktur pendukung seperti charging station (SPKLU) ataupun kesiapan fasilitas battery swap untuk mengeliminasi waktu lamanya charging kendaraan di SPKLU? Untuk menunjang percepatan infrastruktur, skema kerjasama seperti apakah yang bisa turut melibatkan swasta ditengah monopoli usaha listrik oleh PLN?

 

Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT, Mohammad Mustafa Sarinanto, menyebut pihaknya telah merintis kegiatan terkait Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) mulai dari pengembangan inovasi platform, pengujian, sampai ke kliring teknologi dan alih teknologi. Terkait pengembangan baterai, bila merunut dari awal, raw material (sisi tambang) yang dibutuhkan seperti lithium, cobalt, nickel, mangan dan lainnya bisa diupayakan dengan skema sinergi BUMN, Inalum dan Antam sebagai produsen penghasil nikel dan cobalt. Pertamina juga direncanakan ikut membangun pabrik pembuatan sel baterai.

 

Sementara untuk pengembangan produk EV sendiri, katanya, melibatkan swasta (perusahaan otomotif) seperti VIAR, Toyota dan lainnya. Untuk produksi energi penggerak kendaraan (listrik), disinilah peran PLN diharapkan mampu memfasilitasi energi listrik baik untuk charging maupun swapping.

 

Terkait dengan ketersediaan outlet charging stationnya, kerjasama PLN dan Pertamina diharapkan bisa dilakukan. Tak hanya itu, Pemerintah bahkan juga telah membentuk sebuah korsorsium baterai lithium yang mengemban flagship prioritas nasional yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi baterai dan fast charging.

 

(Baca: Melihat Tantangan dan Peluang Industri Kendaraan Listrik)

 

BPPT bersama UNS, Pertamina, LIPI, NIPPRES, LEN, Kementerian ESDM dan Kemenperin terlibat dalam riset terkait pemenuhan produksi sel baterai untuk pasar dan ketersediaan fast charging handal buatan dalam negeri. Persoalan charging ini penting diperhatikan karena memang dari segi waktu, katanya, charging kendaraanlistrik paling cepat bisa memakan waktu hingga 20 menit.

 

“Isi bensin biasa saja yang langsung selesai antrinya bisa panjang, bagaimana kalau charging nya 20 menit? Antrinya bisa seperti apa? Jadi pengembangan fast charging perlu, bahkan sampai ultra fast charging, di Finlandia ada dan cukup memakan waktu 5 menit saja,” jelasnya dalam acara diskusi yang diadakan Hukumonline bekerja sama dengan Bluebird dan kantor Pengacara Ginting & Reksodipuro dengan tema "Peta Jalan Industri Otomotif di Indonesia: Tantangan dan Peluang Industri Kendaraan Listrik", di Jakarta, Selasa (29/10).

 

Selain soal charging, harga baterai juga menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, harga baterai bisa capai 40 hingga 60 persen dari harga kendaraannya. Hal itu lantaran sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku pada logam yang memang tak ada di semua tempat di semua muka bumi, hanya ada di tempat tertentu.

 

“Infrastruktur pendukung memang belum betul-betul siap tapi sedang didorong agar masing-masing ekosistem bisa berjalan dengan baik,” katanya.

 

Persiapan Regulasi

Direktur Industri Maritim, alat transportasi dan alat pertahanan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika mengungkapkan beberapa peraturan turunan memang tengah dipersiapkan untuk menindak lanjuti Perpres 55/2019. Salah satu bocorannya, adalah terkait pembentukan ekosistem inovasi berikut insentif yang diberikan pemerintah untuk mendorong itu.

 

Research & Development & Design (R&D&D) akan terus didorong untuk dikembangkan baik oleh pemerintah, swasta, public maupun universitas. Ke depan akan diperkenalkan tax excemption/subsidi untuk adopsi teknologi dan dukungan pendanaan oleh pihak-pihak yang ingin mengembangkan ekosistem inovasi tersebut.

 

“R&D&D ini sedang dibicarakan cakupan industrinya. Tapi kalo yang di vokasi sudah, yakni untuk perusahaan yang membantu melakukan peningkatan SDM baik itu pembelian alatnya atau menghadirkan instruktur atau magang itu bisa direimburse,” jelasnya.

 

Counsel Ginting & Reksodiputro, Cindy Riswantyo mengamini bahwa pelaku usaha sangat menanti-nanti lahirnya aturan implementasi dari Perpres 55/2019 ini. Pasalnya, ketentuan insentif pada Perpres a quo terlalu luas, sehingga perlu secepatnya diatur dalam aturan pelaksana sehingga bisa segera diimplementasikan. Selain itu, Ia juga berharap agar ketentuan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kedepannya tidak akan menghambat bisnis.

 

Implementing rules ini sangat dinantikan market. Insentifnya yang mana duluan, jangan seperti bola liar,” tukasnya.

 

Sebagai pemasok distribusi listrik satu-satunya di Indonesia, Ia juga menyoroti kesiapan PLN. PLN menurutnya akan menjadi faktor penentu sukses tidaknya EV.  Betapa tidak? Faktor utama penggerak mobil listrik ini jelas berkaitan erat dengan ketersediaan listrik sebagai komponen utamanya.

 

Sehingga selain kesiapan charging infrastructure, kematangan PLN dalam memasok listrik dalam jumlah besar untuk EV harus betul-betul bisa diandalkan. Mengingat memang daya yang dibutuhkan untuk charging EV sangatlah besar. Selain itu, dari sisi kebijakan Ia juga berharap agar tim akselerasi percepatan investasi dibawah Kemenko maritime dan Investasi bisa melakukan gebrakan.

 

Tags:

Berita Terkait