Kalah sudah Indonesia terkait sengketa nikel di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas gugatan Uni Eropa (EU) terhadap kebijakan Indonesia melarang ekspor bijih nikel. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri. Karenanya, pemerintah Indonesia bakal mengajukan upaya banding kendati masih terganjal karena Amerika Serikat belum menyetujui pembentukan panel banding WTO.
Guru Besar Bidang Hukum Ekonomi dan Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Yetty Komalasari Dewi mengatakan, regulasi yang digugat EU meliputi Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.11 Tahun2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM No.25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid itu intinya pelarangan ekspor nikel dengan konsentrasi kurang dari 1.7 persen.
Sementara Permen ESDM No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Dasar gugatan pada regulasi Pemerintah Indonesia pada beberapa poin. Pertama, Pasal XI:1 The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)/ Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan
1994 yang mengatur tentang Pembatasan Kuantitatif. Kedua, Pasal 3.1 The Agreement on Subsidies & Countervailing Measures (ASCM). Ketiga, Pasal X:1 GATT tentang transparansi mengenai publikasi aturan yang
“Intinya pasal itu (Pasal XI:1 GATT 1994, -red) tidak boleh melakukan pembatasan pelarangan dalam bentuk kuota dan lainnya kecuali dalam bentuk tarif, kalau dalam WTO ini sering disebut hambatan perdagangan,” ujarnya dalam kuliah umum bertajuk ‘Sengketa Nikel Indonesia di WTO dan Reformasi Badan Banding WTO: Quo Vadis?’ di Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ), Sabtu (24/2/2024).
Baca juga:
- Larangan Ekspor Nikel Berisiko Timbul Ketidakpastian Hukum
- Jokowi Soal Larangan Ekspor Nikel: Pendiktean Asing vs Kedaulatan Negara
- Larangan Ekspor Mineral Mentah Berisiko Dihadang Kepentingan Asing
- Kalah di WTO Terkait Larangan Ekspor Nikel, Presiden Jokowi: Banding!
Dia menerangkan, regulasi pelarangan ekspor dan kewajiban membangun smelter nikel dianggap tidak sesuai dengan prinsip bebas batasan dan larangan pada Pasal XI:1 GATT 1994. Sementara Indonesia merespons dengan dalih menggunanakan Pasal XX (d) GATT 1994.