Menyoal Rencana Pendidikan Militer Masuk Kampus
Berita

Menyoal Rencana Pendidikan Militer Masuk Kampus

Tidak ada satu pun poin yang menyebut sektor pendidikan menjadi bagian dari operasi militer selain perang.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah menyiapkan komponen cadangan yang akan dilatih secara militer melalui program bela negara. Untuk memperkuat program tersebut, Kemenhan tengah menjajaki kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kerjasama tersebut dimaksudkan guna merekrut mahasiswa untuk terlibat dalam latihan militer melalui program Bela Negara.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menilai, melalui kerja sama ini justru terlihat pemerintah gagal memahami kebutuhan dan prioritas dunia pendidikan. Dengan adanya sejumlah persoalan beberapa waktu belakangan yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap kebebasan akademik kampus, alih-alih menjamin kebebasan mimbar akademik Kampus, melalui kerjasama ini pemerintah malah mengaminkan militerisasi sektor pendidikan.

Ismail menilai rencana kebijakan ini mencerminkan terjadinya militerisasi sektor pendidikan, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Pada Juni 2019 lalu, Kemendikbud juga telah menggandeng Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk membina para peserta didik baru yang difokuskan pada karakter nasionalisme siswa dengan materi mengacu pada Kemendikbud.

Karakter utama yang diajarkan mengenai nasionalisme yang bertujuan untuk menangkal paham radikalisme dikalangan siswa yang akan dilaksanakan pada masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) mulai jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Selain itu, Ismail mjuga menilai secara spesifik terjadi militerisasi program Bela Negara dan makna nasionalisme. Padahal Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) menyebutkan salah satu keikutsertaan warga negara dalam upaya Bela Negara dapat dilakukan dengan pengabdian sesuai dengan profesi. (Baca Juga: Keterlibatan TNI Tangkal Terorisme Harusnya Sebagai Upaya Terakhir)

“Menjadi pertanyaan, dalam dunia kampus yang notabene dunia akademik, mengapa bentuk bela negara yang dicanangkan bersifat militeristik? Hal ini tidak relevan, karena seharusnya yang dicanangkan adalah pengabdian sesuai dengan profesi,” ujar Ismail melalui keterangannya, Selasa (18/8).

Selain itu, dalam konteks nasionalisme, dalil pemerintah agar generasi milenial juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-hari, menurut Ismail akan mempersempit makna nasionalisme, pada sebatas ranah militeristik. Padahal pemahaman dan pengaplikasian nasionalisme akan beragam sesuai dengan bidang masing-masing.

Karena itu menurut Ismail, kerjasama tersebut berpotensi memperluas peran militer dalam ranah sipil, karena yang akan menjadi instruktur dalam pelatihan militer di kampus tersebut adalah TNI aktif. Persoalan ini berdampak kepada gagalnya implementasi kebijakan dan keputusan politik negara sebagai landasan bergeraknya TNI seperti yang diatur pada Pasal 5 dan Pasal 7 ayat (3) UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Sementara Peneliti HAM dan Sektor Kemanan SETARA Institutem Ikhsan Yosarie menyebutkan, upaya-upaya untuk melibatkan TNI dalam tugas-tugas diluar tupoksi utamanya, tentu memiliki aturan main yang harus ditaati. 

Menurut Ikhsan, jika menilik ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU TNI, dari 14 item yang termasuk dalam operasi militer selain perang (OMSP), tidak ada satu pun poin yang menyebut sektor pendidikan menjadi bagian dari operasi militer selain perang. Karena itu Ikhsan menyampaikan sejumlah catatan dari SETARA Institue. Menurut Ikhsan, Kemendikbud seharusnya menjamin kebebasan mimbar akademik kampus yang terganggu beberapa waktu belakangan, ketimbang mengaminkan militerisasi sektor pendidikan.

Jika dilihat bahwa kampus merupakan dunia akademik yang nantinya akan melahirkan pelbagai profesi, menurut Ikhsan program Bela Negara di kampus seharusnya diarahkan kepada pengabdian sesuai dengan profesi, ketimbang hal-hal yang bersifat militeristik. “Pengabdian sesuai dengan profesi juga termasuk salah satu bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya Bela Negara seperti yang disebutkan Pasal 6 ayat (2) UU PSDN,” ujar Ikhsan.

Ikhsan kemudian mendorong agar Presiden pmengevaluasi kinerja kementerian dalam kerangka agenda reformasi TNI. Menurut Ikhsan, beberapa kementerian justru menjadi pintu masuk perluasan peran militer dalam ranah sipil, bahkan Kementerian yang lingkup kerjanya diluar OMSP dan jabatan sipil yang dikecualikan untuk TNI aktif seperti yang disebutkan dalam UU TNI.

Selain itu, DPR perlu ikut aktif dalam pengawasan setiap agenda reformasi TNI, terutama dalam hal keterlibatan DPR dalam kebijakan dan keputusan politik negara yang menjadi dasar TNI dalam menjalankan tugasnya sebagai alat negara di bidang pertahanan dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti yang diatur dalam UU TNI.

Ikhsan menegaskan pemerintahan sipil seharusnya turut memastikan profesionalitas alat negara (TNI-Polri) dengan tidak memberikan jabatan-jabatan sipil tertentu dan/atau membuka kerjasama-kerjasama di luar pengaturan perundang-undangan. Reformasi TNI dan Polri harus berjalan dua arah atau timbal balik.

“TNI-Polri fokus melakukan reformasi, sementara presiden/DPR/politisi sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan,,” tutupnya.

Sebelumnya diketahui, Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa  nantinya pendidikan militer lewat program bela negara tersebut akan diikuti dalam satu semester dan nilainya dimasukkan ke dalam Satuan Kredit Semester (SKS) yang diambil mahasiswa. Wacana ini menjadi salah satu yang sedang didiskusikan Kemhan dengan Kemendikbud untuk dijalankan.

Wamenhan juga menjelaskan bahwa kerjasama tersebut merupakan upaya pemerintah agar generasi milenial tak hanya hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, kecintaan generasi milenial terhadap negara juga bisa ditunjukkan dengan bergabung dalam komponen cadangan (Komcad), seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

Tags:

Berita Terkait