Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Berita

Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN

Polemik rangkap jabatan dipicu oleh regulasi yang membuka peluang lebih longgar untuk pengabaian etika. Staf Khusus Menteri BUMN menyatakan bahwa posisi komisaris perusahaan negara yang diisi oleh sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

PP tersebut diubah menjadi PP No.53/2010 tentang Disiplin PNS dan tidak ada lagi larangan merangkap jabatan menjadi komisaris, kecuali menjadi anggota Partai Politik. Logika yang berkembang kemudian adalah, jika menjadi komisaris perusahaan swasta tak dilarang, apa lagi menjadi komisaris BUMN maupun anak perusahaan.

Di sisi lain adanya regulasi yang melarang rangkap jabatan juga berlaku. Misalnya dalam UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang melarang pelaksana pelayanan publik merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi badan usaha. Dalam implementasinya kemudian argumentasi yang sering digunakan adalah perbedaan istilah jabatan yang melekat pada penyelenggara sebagai alasan rangkap jabatan, bukan pada etika atau kepatutannya.  

"Ombudsman berpendapat bahwa pembiaran benturan regulasi tersebut telah menghasilkan ketidakpastian dalam proses rekrutmen, pengabaian etika, konflik kepentingan, diskriminasi, dan akuntabilitas yang buruk," ujar Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih dalam konferensi pers tersebut.

Dalam tatanan operasional, terdapat beberapa hal krusial yang berpotensi maladministrasi dalam rekrutmen Komisaris BUMN. Beberapa hal tersebut adalah: konflik kepentingan, penghasilan ganda, masalah kompetensi, jual beli pengaruh, proses yang diskriminatif, transparansi penilaian, akuntabilitas kinerja komisaris. Pada gilirannya hal ini jelas dapat memperburuk tatakelola, menurunkan kepercayaan publik dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh BUMN.

Ombudsman memandang proses rekrutmen Komisaris BUMN ini akan terus mengundang polemik kecuali pemerintah melakukan perbaikan secara fundamental.Untuk itu, terkait perbaikan hal-hal yang bersifat fundamental Ombudsman akan menyampaikan saran tertulis kepada Presiden RI, dan sejumlah masukan di tataran operasional kepada Menteri BUMN," pungkas Alamsyah.

Tidak Diizinkan

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Muhammad Faiz Aziz berpendapat bahwa rangkap jabatan di BUMN memang tidak diizinkan. Hal itu jelas diatur dalam Pasal 17 huruf A UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyatakan, “Pelaksana dilarang: merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.”

“Pasal 17 huruf a itu jelas pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap jabatan. Larangannya sukup streak, dan ini absolut,” katanya kepada Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait