Menyoal Model Kepemimpinan Organisasi Advokat Jelang Kongres KAI 2024
Terbaru

Menyoal Model Kepemimpinan Organisasi Advokat Jelang Kongres KAI 2024

Kongres nasional nantinya merefleksikan bentuk kepemimpinan; tata cara pemilihan kepemimpinan dari tingkat pusat, daerah, dan cabang; juga peluang dan tantangan KAI ke depan.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 6 Menit
Adv. Ibrahim Massidenreng, S.H., M.H.
Adv. Ibrahim Massidenreng, S.H., M.H.

Lalu-lalang kendaraan sore itu terlihat padat merayap dari ketinggian Penthouse 32 Sampoerna Strategic Square di bilangan Jalan Sudirman. Ping! Ping! Ping! Suara pemberitahuan pesan masuk pada layanan grup diskusi pada Whatsapp di smartphone yang tergeletak di pojok meja, sontak menggugah di tengah persiapan materi Kongres Advokat Indonesia (KAI), Juni 2024 mendatang.

 

Obrolan anggota komunitas para advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI), biasa disebut Advokai, menarik untuk disimak. Inti percakapan pada layanan grup diskusi itu menyoal apakah kongres nantinya bakal mempertahankan model kepemimpinan organisasi tunggal, presiden, atau tawaran bentuk kepemimpinan menjadi presidium yang terdiri atas beberapa orang.

 

Telepon genggam berdering. Beberapa anggota KAI menghubungi saya. Mayoritas advokat mempertanyakan kebenaran KAI bakal mengubah model kepemimpinan di Kongres IV KAI; di mana wacana perubahan model kepemimpinan pada KAI sudah berlangsung sejak pertengahan 2023.

 

Jika menimbang mana yang paling bagus, presidensil atau presidium, dalam beberapa percakapan saya menegaskan keduanya memiliki  kelebihan. Kedua model kepemimpinan itu diterapkan oleh organisasi-organisasi di Indonesia. Namun, saat membincangkan dua model kepemimpinan itu, kita perlu mendudukkan objeknya, yakni KAI pada masa kini.

 

Sebagai advokat yang dilahirkan dari rahim KAI setahun setelah pendiriannya pada 2008, pada Kongres Nasional Advokat I di Balai Sudirman, penulis turut mengalami beberapa fase konflik dalam perjalanan KAI. Tentu saja sejumlah peristiwa itu menjadi bahan sejarah dan refleksi yang berharga. Kendati demikian, tak dimungkiri menjadi peristiwa traumatik bagi penulis.

 

Konflik internal sampai berujung perpecahan pada forum-forum kongres, munas (dan sejenisnya) pada organisasi advokat khususnya KAI sendiri menjadi pembelajaran berharga bagi semua pemangku kepentingan. Setidaknya agar memikirkan dan menggagas sistem ideal berdasarkan keadaan dan kebutuhan organisasi. Terpenting, tidak terjebak dalam praktik kuat-kuatan, jago-jagoan, atau ngotot-ngototan dalam forum.

 

Organisasi advokat tak boleh hanya berdiam diri terlalu lama atau merenung hingga membuat banyak anggota makin gamang dan larut dalam masalah. Keberadaan konflik dan perdebatan boleh jadi menjadi stimulan agar tetap berpikir jernih sebagai advokat pejuang dan diametral. Namun, terpenting, keharusan berpegang pada filosofi secara ideal. Tak boleh juga mengabaikan kenyataan yang sedang dihadapi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait