Menyoal Komitmen HAM Kedua Capres
Reformasi Hukum

Menyoal Komitmen HAM Kedua Capres

Reformasi Hukum dan HAM (Refhuk) adalah program yang mengetengahkan problematika hukum dengan narasumber kompeten. Hadir setiap Senin pukul 09.00-10.00 WIB. Program ini disiarkan oleh 156 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia.

RED
Bacaan 2 Menit
Foto: KBR
Foto: KBR
Baru-baru ini Komnas HAM mengundang dua kubu capres untuk berdebat soal penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Namun, kedua kubu calon tidak menunjukkan respon positif. Menurut Anggota Komnas HAM Nurholis, kedua capres mengaku tidak dapat berdebat soal HAM karena kesibukan kampanye.

Nurholis mengatakan komitmen kedua capres soal penyelesaian isu HAM penting. “Kita bisa menagih mereka bila nanti berkuasa,” kata Nurcholis dalam Talkshow Reformasi Hukum dan HAM KBR/TV Tempo. Karena itu, dialog itu harus dengan para capresnya, tidak bisa diwakili oleh tim suksesnya.

Selain bakal mendebatkan soal isu pelanggaran HASM berat seperti kasus penculikan aktivis 98, menurut Nurholis lembaganya juga bakal memasukkan isu-isu pelanggaran HAM dalam kasus konflik agraria yang kerap terjadi di Indonesia.

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator LSM Kontras Haris Azhar. Kata dia, masalah HAM harus diselesaikan. "Ini bukan soal menyalahkan salah satu pihak, tapi supaya masyarakat tidak lupa dengan pelanggaran HAM masa lalu," ujarnya.

Haris menilai kubu Prabowo sangat kental dengan isu pelanggaran HAM. "Tapi bukan berarti kubu jokowi juga bersih. Mungkin Jokowinya iya, tapi orang di belakangnya banyak yang terlibat," tegasnya.

Menurut dia, keterlibatan Prabowo lebih terlihat. "Dalam kasus Mei 98 Prabowo melanggar 16 jenis HAM, mulai dari hak hidup sampai hak merasa aman," imbuhnya.

Sementara itu, cawapres Hatta Rajasa juga tidak luput dari masalah serupa. Menurut Haris, Hatta merupakan ujung tombak program MP3EI yang berindikasi melanggar HAM.

Menurut Harahap, warga Bogor, isu pelanggaran HAM tidak semestinya diarahkan sepenuhnya ke TNI. “Pas kerusuhan 1998 saya baru berusia 19 tahun. Saya lihat yang memukuli orang-orang Cina di Semanggi itu polisi, yang memukuli mahasiswa itu Brimob. Mengapa TNI yang disalahkan?” ujarnya.

Sementara itu menurut Nani Nuraini, warga Jakarta Utara, negara seharusnya cepat mengungkap kasus penculikan 13 aktivis 1998. “Kalau saya jadi keluarganya, saya tidak akan bosan mencari kebenaran, kasih tahu saja di mana kuburannya,” imbuhnya.

Menurut dia, bila pelanggar HAM terus moncer karier politiknya, kasus serupa bisa terulang. “Kalau saat melanggar Ham saja posisinya bawahan, bagaimana kalau dia jadi presiden,” tegasnya.

Di sisi lain, menurut Haris, kubu Jokowi juga harus berbenah. Meski jokowi mengaku akan mengadili para pelanggar HAM, namun masih banyak kelemahan dalam visi dan misinya. ”Kita harus menguji visi dan misi Jokowi karena di dalamnya tidak ada keinginan menyelesaikan pelanggaran HAM di Aceh, yang Keppresnya yang tandatangan Megawati,” kata Haris.

Selain itu, Jokowi juga tidak menunjukkan komitmen menyelesaikan kasus pembunuhan Munir.

Haris menambahkan, LSM yang dia pimpin tidak terafiliasi kepada salah satu kubu capres. "Sebelum jelang Pilpres pun kami sudah vokal menyuarakan penuntasan HAM masa lalu, tapi jarang diberitakan,"
imbuhnya.

Kejahatan HAM bukan soal dendam pribadi, ini merupakan kejahatan terorganisir. Yang paling penting negara harus mau minta maaf terhadap para korban.

Selama ini isu HAM kerap dikaitkan dengan budaya barat dan dianggap tidak sesuai denganb udaya ketimuran. "Itu keliru. Itu hanya dalih para pelanggar HAM supaya tidak diadili," ujar Haris. Menurut dia, HAM tidak harus dibenturkand engan isu kebudayaan. Justru menurutnya, HAM dapat berdampingan dan melindungi kebudayaan.

Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Reformasi Hukum dan HAM KBR. Simak siarannya setiap Senin, pukul 09.00-10.00 WIB di 89,2 FM Green Radio.

Sumber: www.portalkbr.com
Tags:

Berita Terkait