Menyoal Unrealized Loss BPJS Ketenagakerjaan yang Diusut Kejaksaan
Berita

Menyoal Unrealized Loss BPJS Ketenagakerjaan yang Diusut Kejaksaan

Kerugian investasi adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES

Kejaksaan Agung menduga telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). Dugaan tipikor tersebut terjadi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi yang menyebabkan penurunan nilai investasi atau unrealized loss.

Menanggapi persoalan tersebut, terdapat pandangan kerugian BPJS Ketenagakerjaan merupakan risiko investasi di pasar modal. Pakar ekonomi keuangan Roy Sembel menyatakan kasus unrealized loss BP Jamsostek berbeda dibandingkan dengan kasus korupsi seperti Jiwasraya dan ASABRI.

Apalagi menurutnya, portofolio BPJS-TK berisi saham-saham LQ45 yang unrealized loss-nya mengikuti fluktuasi pasar atau masih inline. Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile.

"Selain itu, prosentase aset allocationnya BPJS Ketenagakerjaan dibandingkan dengan Jiwasraya jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih kecil dibandingan porsinya portfolio saham Jiwasraya," jelas Roy dalam webinar “Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara, Apakah Pasti Menjadi Kerugian Negara?”, Selasa (23/2).

Sementara itu, pengamat hukum pasar modal, Indra Safitri, mengatakan kerugian investasi adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Dia juga menyatakan unrealized loss tersebut merupakan kerugian secara buku bukan faktual. "Sehingga harus dibuktikan dulu secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab kerugian investasi dengan mengunakan pranata hukum pasar modal," jelasnya. (Baca: Menyoal Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Asuransi)

Dia menjelaskan jika potensi kerugian atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara, maka pasal ini akan menakutkan semua pihak yang mengurus investasi. Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis. Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.

Menurut data, Agustus-September 2020 BPJS Ketenagakerjaan mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun. Dalam data tersebut, potensi kerugian mengalami fluktuasi tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJS Ketenagakerjaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait