Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggugat putusan Komisi Informasi Publik (KIP) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pengabulan sebagian permohonan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar negara membuka hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sontak saja menjadi perhatian publik akibat terjadi silang pendapat antara Kemenkeu dan putusan KIP mengenai status kerahasiaan atau keterbukaan hasil audit program JKN oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina mengatakan, pihaknya memiliki perhatian khusus terhadap layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ) Kesehatan sejak pertama diselenggarakan. Almas menjelaskan, setidaknya terdapat sejumlah persoalan dari hasil audit BPKP terhadap JKN.
Seperti inefesiensi terkait kecurangan dan fraud serta rekomendasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Sosial (Kemensos) agar melakukan pembenahan. Sementara itu, ICW juga mendapatkan temuan pada 2016-2017. Menurutnya, sedikitnya terdapat 49 potensi fraud yang dilakukan peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi layanan kesehatan serta penyedia obat dan alat kesehatan dalam penyelenggaraan JKN.
“Sehingga kami berpikir untuk dibuka saja (hasil audit terhadap JKN) kepada publik agar publik lebih tahu jelas persoalan fraud spesifiknya seperti apa dan bisa kawal upaya pembenahannya. Kami semakin ingin analisis dan penelitian lebih lanjut,” ujarnya dalam diskusi publik secara daring bertema ‘Menggugat Keterbukaan Hasil Audit JKN’ Senin (13/2/2023).
Baca juga:
- Dokumen Audit BPJS Kesehatan Dinyatakan Terbuka untuk Publik
- Berlakukan BPJS Kesehatan Sebagai Syarat Pelayanan Publik
- Simak Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Per November 2022
Almas melanjutkan, transparansi layanan JKN merupakan hal penting untuk dilakukan. ICW sudah mendorong agar pemerintah dan JKN terbuka dalam akuntabilitas layanan JKN. Terlebih, layanan JKN menghimpun dana langsung dari masyarakat. Apalagi ICW sebagai organsasi yang juga concern terhadap isu kesehatan.
“Karena layanan dasar yang berkaitan korupsi, sektor kesehatan cukup tinggi pidana korupsinya sehingga kami concern,” ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia periode 2009-2011 Alamsyah Saragih menyampaikan sejumlah catatan dalam persoalan tersebut. Dia menjelaskan, sekali badan publik menerima suatu informasi maka informasi tersebut merupakan milik publik yang dikuasai badan publik. Memang, terdapat ketentuan kerahasiaan informasi publik seperti risiko ketahanan ekonomi nasional, kesesuaian dengan UU. Kemudian, Komisi Informasi juga dapat menganulir hasil uji konsekuensi oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Alamsyah yang juga pernah menjabat Komisoner Ombudsman periode 2016-2021 itu melanjutkan, perlu membedakan pengawasan melalui pemeriksaan dengan hak untuk memanfaatkan laporan final hasil pemeriksaan. Selain itu, prinsip tata kelola yang baik yaitu mengandung transparansi, akuntabilitas dan partisipasi.
“Sebagai konsekuensi hak tersebut negara diberikan kewajiban menyediakan standar prosedur, menyediakan institusi, personal yang kompeten,” pungkasnya.