Menyelami Pemikiran Bang Buyung dari Mata Kolega
Utama

Menyelami Pemikiran Bang Buyung dari Mata Kolega

ABN mengajarkan nilai-nilai dasar, antara lain keadilan merupakan hak setiap orang, penegakan hukum harus dilakukan secara kesinambungan, demokratis, beradab dan kemanusiaan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Pemberian bantuan hukum bukan sekedar kegiatan kedermawanan, tapi pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan,” ujarnya. (Baca Juga: ABNA, Cikal Bakal Lahirnya Kantor Advokat Modern Generasi Kedua)

Melahirkan pemimpin hebat

Komisioner KPK 2011-2015, Bambang Widjojanto, mengatakan salah satu kehebatan Bang Buyung adalah berhasil melahirkan pemimpin yang hebat. Dia memberikan contoh beberapa tokoh jebolan LBH/YLBHI, seperti Abdul Rahman Saleh, Artidjo Alkostar, dan Munir. Bang Buyung selalu menyuarakan pergulatan pikiran dan mendorong rakyat untuk memiliki kesadaran hukum yang tinggi agar hukum menjadi budaya. Nilai universal menjadi dasar gerakan seperti keadilan, kedaulatan rakyat dan HAM.

“Pikiran itu yang menjadikan gerakan kekuatannya bukan hanya di ruang sidang, tapi jauh di luar ruang sidang,” ujar pria yang akrab disapa BW itu.

Meskipun penampilannya perlente, tapi Bang Buyung selalu menjaga integritas sekalipun berada di tengah kesulitan. Walau sebagai manusia Bang Buyung ada kelemahannya tapi hal itu dikalahkan oleh dedikasinya yang sangat besar. Kehebatan itu muncul karena proses. “Ketika kita berada dalam gerakan untuk terus bersama, berpijak pada kemaslahatan publik, berpihak pada daulat rakyat dan HAM.”

BW bergabung bersama LBH/YLBHI sejak 1984 sebagai Asisten Pembela Umum. Dua tahun setelahnya ditugaskan ke Papua untuk membangun LBH cabang Papua. Alhasil, BW 8 tahun menjadi direktur LBH Papua dan tahun 1993 kembali ke Jakarta. Pada tahun 1995 terjadi dinamika internal yang besar di LBH/YLBHI dimana Bang Buyung ketika itu mundur sebagai Ketua Dewan Pengurus. Dewan Penyantun memilih BW sebagai penggantinya. Untuk memperkuat kepengurusan BW memanggil kader terbaik di setiap cabang LBH, salah satunya Munir Said Thalib untuk membantunya di Jakarta.

Pertarungan pemikiran juga terjadi ketika Bang Buyung bertindak sebagai pengacara Wiranto. Padahal waktu itu Bang Buyung masih sebagai Dewan Penyantun YLBHI. Apalagi, waktu itu LBH di berbagai daerah mengalami teror, dan serangan bahkan bom. Bang Buyung ketika itu beralasan sebagai sikap yang profesional sebagai pengacara. BW menyatakan tidak ada persoalan terhadap sikap profesionalisme itu, tapi yang jadi masalah adalah dia jadi bagian kekuatan represi.

“Kami mengusulkan dia untuk mundur dari jabatan Dewan Penyantun,” ujarnya kala itu.

Putri Adnan Buyung Nasution, Pia A.R Akbar Nasution, mengatakan di keluarga Bang Buyung sangat demokratis. Perbedaan pendapat adalah hal biasa, bahkan Pia pernah berdebat dengan nada tinggi. Bang Buyung membebaskan anak dan cucunya untuk memilih kuliah, pekerjaan, dan jodoh.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait