Menyelami Hukum Pidana dari ‘Mazhab’ Universitas Indonesia
Resensi

Menyelami Hukum Pidana dari ‘Mazhab’ Universitas Indonesia

Buku pengantar studi hukum pidana pertama dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi foto buku dan tabel oleh HGW
Ilustrasi foto buku dan tabel oleh HGW

Buku pengantar studi hukum pidana memang sudah banyak beredar dan mudah didapatkan. Penulisnya beragam latar belakang mulai dari dosen fakultas hukum hingga praktisi di profesi hukum. Sebut saja beberapa karya lawas yang ditulis ahli hukum pidana seperti E.Utrecht, R.Tresna, P.A.F.Lamintang, atau S.R.Sianturi. Tidak ketinggalan karya lainnya dari  para profesor hukum misalnya Wirjono Prodjodikoro, Moeljatno, Andi Zainal Abidin Farid, dan Andi Hamzah. Lalu apa yang menarik dari buku karya Topo Santoso ini?

Pembaca akan menemukan jawaban pertama dalam kata pengantar penulis. Bila dilacak hingga masa Rechthogeschool di tahun 1924, Topo tercatat sebagai orang kedelapan yang berhasil menyandang gelar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia. Perlu diingat bahwa Rechthogeschool adalah nenek moyang pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Pada masa kemerdekaan statusnya beralih menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Nah, Topo Santoso adalah orang pertama dari deretan Guru Besar itu yang menulis buku pengantar studi hukum pidana. Butuh 96 tahun sampai akhirnya terbit buku pengantar studi hukum pidana karya profesor hukum pidana FHUI.

(Baca juga: Kisah Klasik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Polemik Terjemahannya).

Tujuh nama pendahulu Topo yaitu J.M.J.Schepper, W.F.C. Van Hattum, R.Satochid Kartanegara, Oemar Seno Adji, Mardjono Reksodiputro, Loebby Loqman, dan Harkristuti Harkrisnowo tidak tercatat menulis buku tentang pengantar studi hukum pidana. Pernah ada satu buku lawas tentang hukum pidana diterbitkan atas nama R.Satochid Kartanegara. Tetapi isinya adalah perkuliahan lisan yang ditulis ulang oleh para mahasiswanya. Bukan sebuah buku yang benar-benar ditulis sang profesor. Sedangkan sebuah buku tentang aspek pidana pada media massa ditulis Oemar Seno Adji untuk cabang pelajaran dari hukum pidana.

Hukumonline.com

Sebagai karya ilmuwan dari UI, Topo mengaku alur penulisan buku ini mengikuti urutan Satuan Acara Perkuliahan di FHUI. Hal itu tidak lepas dari salah satu misi lain Topo menyajikan pembaruan literatur untuk referensi kuliah para mahasiswanya. Terutama baru dalam gaya bahasa uraian dan sistematika. Bisa dikatakan ini daya tarik lain buku karya Topo. Pembaca diajak menyelami hukum pidana dari mazhab Universitas Indonesia.

“Buku ini saya upayakan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti,” tulis Topo dalam bagian pengantar. Materi disajikan bertahap dari bagian paling mudah ke persoalan lebih kompleks. Menurutnya, buku-buku pengantar hukum pidana yang sudah ada cenderung sulit digunakan mahasiswa bahkan juga dosen.

Berbagai artikel jurnal internasional terbaru mewarnai rujukan kepustakaan penulisan buku ini. Sejumlah buku hukum pidana terdahulu pun tak ketinggalan. “Saya berharap buku ini dapat menjadi pengantar bagi para pembaca mempelajari berbagai literatur hukum pidana yang telah ada sebelumnya,” kata Topo lagi.

Pembuka Serial Hukum Pidana

Sebagai bacaan pengantar, buku ini cukup tebal dengan 408 halaman. Topo sudah menyiapkan juga lanjutannya. “Buku itu hanya untuk tiga sesi awal kuliah hukum pidana di FHUI, saya sedang menulis buku lanjutan untuk 11 sesi kuliah lainnya,” kata Topo mengonfirmasi. Rupanya Topo berencana menyajikan serial lengkap dan komprehensif Hukum Pidana.

Buku ini adalah karya kedua Topo usai memimpin FHUI sebagai Dekan periode 2013-2017. Tahun lalu Topo menerbitkan karya lain tentang prapenuntutan dan perkembangannya di Indonesia. Ulasannya terbatas pada salah satu fitur dari hukum acara pidana Indonesia. Berbeda dengan karya kali ini yang terlihat menyeluruh tentang bidang kepakaran Topo.

Ada sembilan bab yang disajikan dalam buku ini. Bab pertama dimulai dengan pertanyaan menggelitik: siapa yang perlu mengenal hukum pidana? Tujuan akhir dari buku ini tampak dituntaskan pada bagian pembuka. Pembaca diajak berdialog soal manfaat dari membaca buku ini.  Seolah Topo meyakinkan apakah pembaca memang butuh melanjutkan membaca atau tidak. Tentu saja pembaca yang akan menentukan.

(Baca juga: Inilah Perundang-Undangan yang Beperan Mengubah KUHP).

Topo menguraikan hakikat hukum pidana secara tuntas namun ringkas. Penjelasannya bahkan dimulai dari asal kata ‘hukum’ dan ‘pidana’ dalam khazanah ilmu hukum di Indonesia. Penulis buku hukum pidana biasanya menjelaskan asal-usul hukum pidana Indonesia yang mengadopsi hukum Belanda. Tidak begitu dengan Topo. Konsep utuh hukum pidana dari literatur Barat secara luas bahkan Timur Tengah disajikannya untuk memperjelas pandangan pembaca sejak awal.

Bab kedua menyajikan berbagai bidang ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu hukum pidana. Topo membuka pendekatan interdisipliner dalam mempelajari hukum pidana. Pembaca diajak membedakan sekaligus melihat titik singgung ilmu-ilmu tersebut. Mulai dari Kriminologi, Penologi, Forensik, hingga Viktimologi diuraikan di bagian kedua. Pembaca tidak terburu-buru dipaksa menyelami ilmu hukum pidana.

Bab ketiga membandingkan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Topo punya rumusan sendiri tentang apa yang disebut sebagai hukum pidana khusus. Topo membaginya jadi tiga kategori. Masing-masing yaitu hukum pidana militer, hukum pidana khusus dalam Undang-undang Pidana, dan hukum pidana khusus bukan dalam dalam Undang-undang Pidana.

Bab keempat baru mengenalkan prinsip dasar hukum pidana sebagai ultimum remidium. Begitu pula bab kelima menjelaskan pengertian dan falsafah pemidanaan. Topo seolah ingin memastikan pembaca memahami hakikat hukum pidana sebelum menjelaskan seluk-beluk teori dan penerapannya. Rujukan mutakhir dari literatur Uni Eropa dikutip pada bagian ini. Tentu cukup relevan karena pada dasarnya ilmu hukum dikembangkan dari tradisi keilmuan Barat.

Topo mulai mengajak pembaca melihat hukum pidana Indonesia pada bab enam dan tujuh. Masing-masing menjelaskan sumber-sumber hukum pidana di Indonesia dan sejarah hukum pidana di Indonesia. Dinamika RUU KUHP yang disusun sejak tahun 1981 hingga saat ini tak luput dijelaskan.

Akhirnya ulasan teori hukum pidana dan penerapannnya disajikan di bab delapan dan sembilan. Bab delapan menguraikan asas legalitas sebagai pokok mendasar dalam hukum pidana. Mulai dari sejarah konsepnya hingga perkembangan secara internasional disajikan di bagian ini. Bab sembilan menutup buku dengan bahasan metode penafsiran undang-undang pidana.

Membaca karya Topo kali ini jelas terasa belum tuntas untuk menguasai hukum pidana. Belum ada uraian rinci soal seluk-beluk teori dan penerapan yang diharapkan pembaca. Sesuai dengan apa yang dijelaskan Topo di awal bahwa buku ini baru pengantar bagi para pembaca mempelajari berbagai literatur hukum pidana yang telah ada sebelumnya. Topo seperti menyajikan panduan dasar sambil meminta pembaca menunggu ia sendiri melanjutkan pembahasan versinya di lanjutan buku ini.

Sesuai janji, sembilan bab yang dijelaskannya menggunakan bahasa interaktif dan ringan. Topo terlihat menghindari uraian bertele-tele. Berbagai bagian yang perlu ulasan lebih rinci dialihkan Topo pada catatan kaki. Akibatnya adalah sangat banyak catatan kaki di hampir seluruh halaman.

Namun cara itu lebih baik daripada menjejalkan setiap penjelasan panjang lebar di bagian utama. Pembaca bisa lupa apa inti pembahasannya jika uraian terlalu panjang. Pembaca juga akan merasa sedang berdialog dengan Topo sepanjang membaca buku ini. Gaya bahasa yang digunakan berusaha menciptakan suasana perbincangan.

Mungkin itu salah satu cara Topo membuat pembaca tidak berkelana sendirian di belantara pemikirannya. Pakar hukum pidana yang sudah 26 tahun mengajar ini seperti mendampingi pembaca menyusuri satu demi satu uraiannya.

Tidak berlebihan mengatakan buku ini cocok dibaca mulai dari mahasiswa pemula hingga profesional. Akademisi dan praktisi bisa memanfaatkan buku ini untuk menyegarkan kembali pondasi dasar pemahaman hukum pidana. Sementara mahasiswa hukum akan mudah menyimak buku ini sebagai bacaan yang tidak menakutkan.

Tags:

Berita Terkait