Menyebarkan Karya Jurnalistik Terancam UU ITE?
Berita

Menyebarkan Karya Jurnalistik Terancam UU ITE?

UU Pers memberikan perlindungan hukum bagi wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Konstruksi Pidana untuk Menjerat Tindakan Delegitimasi Pemilu).

Lalu, Pasal 310 KUHP mengatur tentang delik penghinaan atau pencemaran nama baik. Berdasarkan pasal ini, barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara. Berdasarkan ketentuan Pasal 310 ayat (2), jika dilakukan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis.

Namun demikian, semua tindakan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 310 ayat (1) atau ayat (2), tidak dapat dikenakan klasifiasi pencemaran ataupun pencemaran tertulis jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Hal ini sejalan dengan rumusan Pasal 310 ayat (3) KUHP. Artinya, sepanjang tindakan mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya suatu informasi dilakukan demi kepentingan umum atau kepentingan membela diri, maka tindakan tersebut tidak bisa dikenakan ketentuan 310 ayat (1) atau ayat (2).

(Baca juga: Perbuatan-Perbuatan yang Termasuk Pencemaran Nama Baik).

Dugaan tindak pidana yang tengah dihadapai oleh wartawan di Aceh ini kembali membuka wacana uji materi terhadap Pasal 27 UU ITE. Terutama jika melihat potensi delik yang dapat dikenakan kepada Wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Pertanyaan mendasar yang timbul adalah apakah tindakan seorang wartawan mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diakses sebuah berita termasuk dalam tindak pidana?

Pengajar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ainul Syamsu mengakui ruang lingkup Pasal 27 UU ITE memang luas. Untuk itu siapa saja memiliki potensi terjerat delik penghinaan atau pencemaran namabaik sebagaimana yang diatur dalam UU ITE. “Kalau kita lihat dari jangkauan pasalnya, Pasal 27 ayat (3) ini luas. Artinya bisa menjerat orang secara pribadi dan juga jurnalis,” ujar Syamsu di diskusi yang sama.

Siapapun terbuka kemungkinan menghadapi proses penegakkan hukum jika sampai pasal tersebut disalahgunakan. Terkait wartawan, penting untuk mendapat perlindungan dalam menjalankan tugas-tugas keprofesian. Menurut data LBH Pers, sepanjang tahun 2017 ada 8 kasus menimpa wartawan yang berkaitan dengan UU ITE; dan tahun berikutnya (2018) ada 14 kasus.

(Baca juga: Berkaca dari Kasus Nuril, UU ITE Masih Rawan Kriminalisasi).

Dalam penerapan Pasal 310 ayat (3) KUHP, pemaknaan terhadap kepentingan umum sengaja tidak ditafsirkan secara eksplisit tapi diserahkan kepada aparat penegak hukum. Dalam prosesnya, hal ini memberikan keuntungan sekaligus kerugian. Dengan dibiarkan terbuka, berarti unsur kepentingan umum dalam Pasal 310 dapat diartikan sesuai dengan konteks persoalan yang terkadi di lapangan. Sebaliknya, wartawan selalu berpotensi dilaporkan saat menjalankan tugas jurnalistik.

Secara umum, Pasal 27 ayat (3) UU ITE atau Pasal 310 ayat (3) KUHP dipertahankan oleh pebuat UU dan MK dengan alasan untuk menjaga kepentingan yang lebih besar. Menjaga harkat dan martabat seseorang dari tindakan penyalahgunaan informasi pribadi adalah salah satu alasan untuk mempertahankan kedua norma tersebut. Mahkamah Konstitusi sendiri melalui putusan pada tahun 2008 pernah menolak uji materi yang meminta untuk dihapuskan norma ini.  “MK waktu itu menolak karena harkat dan martabat seseorang adalah kepentingan hukum yang dilindungi,” ujar Saymsu.

Tags:

Berita Terkait