Menyatukan Zakat dan Pajak Melalui Revisi UU Zakat
Edsus Lebaran 2019

Menyatukan Zakat dan Pajak Melalui Revisi UU Zakat

Integrasi zakat dan pajak ini penting untuk rasa keadilan bagi masyarakat. Selama ini kelompok masyarakat nonmuslim hanya diwajibkan membayar pajak. 

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Sesuai Al-Qur’an dan Hadits terkait Zakat, Irfan menjelaskan sedikitnya ada 3 tujuan zakat. Pertama, keimanan, orientasi zakat meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Zakat membersihkan harta dan jiwa dari berbagai penyakit dan tujuannya melahirkan pribadi dengan kesadaran spiritualitas tinggi kepada Allah.

 

Kedua, tujuan zakat, menurut Irfan dalam rangka melahirkan pribadi dan masyarakat yang sakinah dimana antar komponen masyarakat saling mencintai. Dalam lanjutan ayat 103 surat At-Taubah, diperintahkan kepada amil (lembaga yang mengelola zakat) mendoakan muzakki (orang yang diwajibkan membayar zakat) untuk melahirkan kehidupan sakinah. Ketiga, dimensi ekonomi, di mana zakat merupakan antitesis dari riba.

 

Masih dilansir laman Baznas, zakat merupakan harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang diatur sesuai aturan agama Islam. Zakat ditujukan kepada 8 asnaf (golongan) sebagai orang yang berhak menerima zakat. Zakat berasal dari bentuk kata “zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).

 

Menurut istilah dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan nama pengambilan bagian dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Orang yang menunaikan zakat disebut Muzakki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut Mustahik.

 

Mengutip Al-Quran surat At-Taubah ayat 60, ada 8 golongan yang berhak menerima zakat. Pertama, fakir yakni orang yang tidak memiliki apa-apa, sehingga tidak mampu memenuhi kehidupan pokok hidup. Kedua, miskin, yaitu orang yang punya harta, tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketiga, amil, orang yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Keempat, muallaf, orang yang baru masuk Islam dan butuh bantuan menguatkan dalam tauhid dan syariah.

 

Kelima, hamba sahaya, yaitu budak yang ingin memerdekakan dirinya. Keenam, gharimin, yakni mereka yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam mempertahankan jiwa dan izzah-nya. Ketujuh, fisabilillah, orang yang berjuang di jalan Allah lewat dakwah, jihad dan lain sebagainya. Kedelapan, ibnu sabil, yaitu mereka yang kehabisan biaya dalam perjalanan dalam ketaatan kepada Allah.

 

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan MUI, M Cholil Nafis mencatat data Baznas menunjukan potensi zakat di Indonesia mencapai Rp200-an triliun pada 2018. Namun, realisasinya hanya sekitar 8 triliunan pada 2018. Secara prinsip, zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam, tapi pemerintah sampai saat ini belum membuat regulasi yang mewajibkan zakat terutama bagi PNS/ASN.

Tags:

Berita Terkait