Menyamar Sebagai Polisi, Ini Sanksinya
Terbaru

Menyamar Sebagai Polisi, Ini Sanksinya

Ketentuan yang tepat untuk menjerat perbuatan polisi gadungan adalah pasal mengenai dugaan tindak pidana penipuan yang telah ditegaskan KUHP lama dan KUHP yang baru.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Saat ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali melakukan tilang manual terhadap pengemudi yang melanggar lalu lintas. Penilangan secara manual akan menimbulkan kontak langsung terhadap pelanggar dan petugas sehingga timbul kekhawatiran akan terjadi pelanggaran. Momen seperti ini biasanya dimaanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungaan dengan menyamar sebagai polisi atau polisi gadungan.

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mempersilakan warga untuk melapor apabila menemukan anggota Kepolisian yang melakukan pelanggaran. “Masyarakat diharap mengadu ke hotline di 082177606060 yang telah diluncurkan oleh Kapolda Metro Jaya.” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman seperti dilansir Antara, Selasa (16/5).

Lantas bagaimana sebenarnya sanksi bila ada orang sipil yang mengaku sebagai anggota polisi? Pada dasarnya tidak ada peraturan khusus tentang sanksi bagi orang yang mengaku atau berpura-pura menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) maupun orang yang mengaku sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca Juga:

Dikutip dari Klinik Hukumonline, ketentuan yang tepat untuk menjerat perbuatan polisi gadungan adalah pasal mengenai dugaan tindak pidana penipuan yang telah ditegaskan dalam ketentuan KUHP  lama dan UU No.1 Tahun 2023 (KUHP Baru) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026:

Pasal 378 KUHP lama menyatakan, Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Pasal 492 UU 1/2023 menyatakan, Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan pada pasal 378 KUHP ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya (hal. 261):

  1. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
  2. maksud pembujukan ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
  3. membujuknya dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu; atau akal cerdik (tipu muslihat); atau karangan perkataan bohong.

Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “nama palsu” adalah nama yang bukan namanya sendiri, sedangkan “keadaan palsu” misalnya mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, pastor, pegawai kotapraja, pengantar surat pos, dan sebagainya yang sebenarnya ia bukan pejabat itu.

Hal serupa juga dikatakan oleh S.R. Sianturi dalam penjelasannya terkait Pasal 378 KUHP, pada bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 634).

S.R. Sianturi menjelaskan bahwa yang dikatakan memakai keadaan (pribadi) palsu yaitu apabila petindak itu bersikap seakan-akan padanya ada suatu kekuasaan, kewenangan, martabat, status, atau jabatan yang sebenarnya tidak dimilikinya, atau mengenakan pakaian seragam tertentu, tanda pengenal tertentu yang dengan mengenakan hal itu, orang lain akan mengira bahwa ia mempunyai suatu kedudukan/pangkat tertentu yang mempunyai suatu kekuasaan atau kewenangan, dan lain sebagainya. Misalnya petindak memperkenalkan dirinya sebagai pejabat kepolisian, agen suatu perusahaan, putra dari seseorang yang cukup terkenal, tukang memperbaiki video, televisi, penagih rekening, dan lain

Jerat Pidana Tambahan

Sebagai informasi, polisi gadungan juga bisa dijerat pasal tambahan tergantung dari rentetan perbuatan yang ia lakukan saat berpura-pura menjadi polisi. Misalnya, jika polisi gadungan memakai Kartu Tanda Anggota (KTA) polisi palsu untuk meyakinkan korban, maka ia juga bisa dikenakan Pasal 263 KUHP dan Pasal 391 UU 1/2023 tentang pemalsuan surat, sebagai berikut:

Pasal Pasal 263 KUHP lama menyatakan, Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 391 UU 1/2023 menyatakan, Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan Surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI yaitu Rp2 miliar.

Setiap Orang yang menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).

Contoh lain, jika polisi gadungan membawa senjata api tanpa mempunyai izin yang sah, polisi gadungan tersebut dapat dijerat Pasal 14 angka 1 UU 8/1948 dan/atau Pasal 1 ayat (1) UU 12/1951.

Contoh kasus dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya Nomor 221/Pid.B/2011/PN.Tsm, yakni terdakwa dan temannya mengaku sebagai aparat berwajib dan bergaya layaknya polisi (hal. 29). Terdakwa membantu temannya melakukan tindak pidana penipuan yaitu membujuk korban supaya memberikan suatu barang berupa satu unit sepeda motor dengan berpura-pura menjadi polisi (hal. 30-31).

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu melakukan penipuan (hal. 37).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara khusus memang tidak ada peraturan perundang-undangan yang memberikan sanksi bagi orang yang mengaku atau berpura-pura sebagai anggota Polri maupun TNI. Namun, perbuatan tersebut dalam praktiknya digolongkan sebagai tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU 1/2023 karena dibarengi dengan melakukan penipuan kepada warga dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Selain itu, polisi gadungan juga bisa dikenakan pasal lain tergantung dari rentetan perbuatan yang dilakukan.

Tags:

Berita Terkait