Menunggu Langkah Proaktif Majelis Pengawas Notaris
Fokus

Menunggu Langkah Proaktif Majelis Pengawas Notaris

Masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi antara lain, peranan Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung tombak pengawasan dan pembinaan pelaksanaan tugas jabatan dan prilaku notaris belum optimal.

Mys/Mon/M-3
Bacaan 2 Menit

Biaya pemeriksaan

Wewenang pengawasan atas notaris ada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tetapi dalam praktik, Menteri melimpahkan wewenang itu kepada MPN yang dia bentuk, terdiri dari sembilan orang yang mewakili pemerintah, organisasi notaris, dan ahli/akademisi.

MPN melakukan pemeriksaan setidaknya sekali setahun melalui pemeriksaan berkala. Jika dianggap perlu, MPN juga bisa melakukan pemeriksaan dalam waktu-waktu tertentu. Pemeriksaan meliputi dua hal yaitu prilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris. Hasil pengawasan oleh MPN Daerah dan MPN Wilayah terhadap notaris yang diduga melanggar aturan prilaku dan pelaksanaan jabatan sulit diketahui masyarakat karena sifatnya tertutup untuk umum. Ketertutupan ini pula yang membuat pelapor sulit mengetahui tindakan apa yang sudah diberikan kepada notaris teradu. Termasuk mengetahui apakah anggota MPN benar-benar independen saat melakukan pemeriksaan atau tidak.

Apalagi dana pemeriksaan itu sangat minim. Seorang anggota MPN Daerah menyatakan kepada hukumonline bahwa biaya pemeriksaan biasa ditalangi oleh notaris atau sejumlah notaris terperiksa.

Lantaran mempengaruhi independensi anggota MPN, praktik semacam itu seharusnya tak dapat dibenarkan. Biaya operasional pemeriksaan notaris sudah dianggarkan dalam APBN. "Tidak boleh ada dana yang berasal dari notaris sendiri," tandas Rakhmat. Seandainya pun ada, kata anggota MPN ini, praktik tersebut menyalahi aturan.

Meskipun demikian, Rakhmat mengakui dana yang dianggarkan untuk biaya pemeriksaan itu minim. Saat melakukan pemeriksaan anggota MPN terpaksa mencukup-cukupkan biaya yang ada. Anggota MPN menerima honor Rp300 ribu per bulan. Itu pun tidak dibayar sekaligus, melainkan dirapel tiga bulan sekali. Anggaran untuk MPN Wilayah dan MPN Daerah lebih kecil jumlahnya. Itu pun masih harus dipotong pajak. Dengan dana cekak itulah MPN Daerah harus melakukan pemeriksaan ke kantor-kantor notaris minimal sekali setahun.

Oleh karena MPN lahir atas permintaan undang-undang, Pemerintah kudu menyediakan anggaran yang cukup. Kalaupun benar ada, notaris Habib Adjie berharap jangan sampai biaya pemeriksaan yang ditalangi para notaris mempengaruhi independensi anggota MPN. Demi menjaga independensi itu pula, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 melarang anggota MPN ikut melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah ke atas dan ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai tiga derajat.

Kalau dari hasil pemeriksaan itu ditemukan bukti pelanggaran oleh notaris, MPN Wilayah dan MPN Pusat punya kewenangan menjatuhkan sanksi. Penjatuhan sanksi terhadap notaris telah dibahas Habib Adjie dalam disertasi doktor yang dia pertahankan di hadapan sidang terbuka Universitas Airlangga Surabaya 19 April 2007 lalu berjudul: "Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Berkaitan dengan Pembuatan Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris".

Kiprah majelis pengawas notaris terus ditunggu. Siapa tahu Kongres Ikatan Notaris Indonesia pada Januari 2009 mendatang di Surabaya juga bisa menelurkan karya nyata demi perbaikan dunia notaris di masa mendatang.

Tags: