Menteri PPPA: Pencegahan Perkawinan Anak Butuh Gerakan Bersama
Utama

Menteri PPPA: Pencegahan Perkawinan Anak Butuh Gerakan Bersama

Karena praktik perkawinan anak dapat mencoreng seluruh hak anak, salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak, dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Berdasarkan data BPS, lanjutnya, meski secara nasional turun, namun terjadi kenaikan di 9 provinsi. Meski turun target masih jauh dari target RPJMN 8,74 persen pada akhir 2024. Data tahun 2020, ada 22 provinsi perkawinan anak lebih tinggi. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak karena berdampak buruk bagi anak, mulai pendidikan menjadi putusan sekolah, kesehatan, ekonomi menjadi kemiskinan, dan lainnya.

“Apalagi saat ini, Indonesia masih menghadapi pandemi dan risiko anak perempuan rentan dinikahkan akan terjadi sekitar 13 juta anak karena terdorong kondisi pandemi.”

Pencapaian regulasi tentang perkawinan anak saat ini, kata dia, yakni dari UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan anak laki-laki dari 19 tahun dan wanita 16 tahun. Kemudian diubah menjadi UU No.16 Tahun 2019, usia pernikahan anak laki-laki dan wanita menjadi 19 tahun. Dan, adanya peraturan Mahkamah Agung No.5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Sebagai upaya pencegahan perkawinan anak, kata dia, Bappenas bersama PPPA dan dukungan lembaga terkait memiliki strategi pencegahan yakni optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesbilitas perluasan layanan bagi anak, penguatan regulasi dan kelembagaan.

“Perkawinan anak butuh dukungan gerakan bersama dari masyarakat untuk menciptakan daya dukung yang kuat. Menghapuskan perkawinan anak adalah hal yang krusial untuk melibatkan anak-anak itu sendiri,” kata dia.

Penguatan regulasi dan kelembagaan

Direktur Keluarga Perempuan Anak Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srigastuti Sulistyaningrum mengatakan strategi nasional pencegahan perkawinan anak melalui aksesibilitas dan perluasan layanan menjamin anak mendapat layanan dasar yang komprehensif untuk kesejahteraan anak. Fokusnya melalui pelayanan untuk mencegah perkawinan anak, pelayanan untuk penguatan anak pasca perkawinan.

Selain itu, melalui penguatan regulasi dan kelembagaan. Hal ini untuk menjamin pelaksanaan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak serta meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Dengan berfokus pada penguatan kapasitas kelembagaan peradilan agama, KUA, dan perbaikan regulasi, dan optimalisasi kapasitas anak,

Tags:

Berita Terkait