Menristekdikti Siap Pangkas Regulasi untuk Hilirisasi Riset
Berita

Menristekdikti Siap Pangkas Regulasi untuk Hilirisasi Riset

Regulasi yang ada tidak harus membelenggu inovasi-inovasi yang muncul.

Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Menristekdikti M Nasir. Foto: RES
Menristekdikti M Nasir. Foto: RES
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, Kemenristekdikti siap memangkas regulasi yang menghambat untuk mendukung suksesnya hilirisasi hasil-hasil riset. "Regulasi harus menyesuaikan perkembangan atau pertumbuhan suatu inovasi," kata Nasir di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (19/8).
Menurut dia, agar inovasi serta industri anak bangsa di Indonesia dapat berkembang maka diperlukan perbaikan regulasi. Seperti pada perjanjian kerjasama produksi sepeda motor listrik Gesits antara Wika Industri & Konstruksi dengan Garansindo dengan Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), dirinya berharap dengan perjanjian yang sudah ada tidak hanya mencapai penandatanganan saja tetapi dapat berlanjut pada industri realisasi dan berlanjut pada pemasaran kepada masyarakat.
Kemristekdikti, lanjut Nasir, siap mendukung riset untuk sampai pada industri yang direalisasikan dengan memangkas regulasi yang dianggap menghambat. Dirinya menegaskan bahwa regulasi yang ada tidak harus membelenggu inovasi-inovasi yang muncul.
Sehari sebelumnya, Jumat (18/8), didampingi Direktur Jenderal Penguatan Inovasi, Jumain Appe, Menristekdikti mengikuti penandatanganan perjanjian kerjasama produksi sepeda motor listrik Gesits antara Wika Industri dan Konstruksi dengan Garansindo dengan Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) di Kawasan Industri Wika Jalan Raya Narogong KM 26 Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
CEO Garansindo Group Muhammad Al Abdullah mengatakan, pemilihan Wika sebagai rekanan dilatarbelakangi kemampuannya memproduksi komponen-komponen kendaraan yang sudah teruji dan banyak dipakai pabrikan-pabrikan otomotif. Terlebih perusahaan ini juga telah dipercaya memproduksi beberapa komponen motor pabrikan Jepang.
Menurut dia, rencana produksi motor listrik hasil penelitian dan pengembangan ITS ini akan dilakukan akhir tahun 2017 atau di awal 2018 dan membanderol harga di bawah Rp20 juta per unit kendaraan.
"Kami tidak ingin Gesits sebatas konsep. Sudah saatnya Indonesia menunjukkan kemampuan dan kemandirian dalam rancang bangun teknologi kendaraan, khususnya kendaraan roda dua yang saat ini menjadi tulang punggung sarana penggerak ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia," katanya.
Gesits karya anak bangsa ini telah melewati uji jalan sejauh 1.200 kilometer (km), dari Jakarta dan finish di Bali pada November 2016. Motor ini merupakan skuter otomatis bertenaga listrik dengan daya motor 5KW dan dapat menempuh jarak 80-100 km dalam satu pengisian baterai.
Kecepatan yang dihasilkan mencapai 100 kpj dengan waktu pengusian baterai 1,5-3 jam. Pada tahap awal, rencananya akan diproduksi sebanyak 50.000 unit motor Gesits per tahun dan akan dikembangkan menjadi 100.000 unit motor Gesits per tahun.
Dengan dilakukan penandatanganan produksi ini, artinya Gesits kini disokong oleh tiga kekuatan yang semua merupakan anak bangsa. ITS sebagai riset dan pengembangan teknologi, PT Wika merupakan BUMN sebagai pihak yang memproduksi, dan Garansindo yang menjual.
Dalam acara penandatangan tersebut turut hadir juga dari Kementerian Perhubungan yang diwakili oleh Kepala BPSDM Joko Sasono, Kementerian BUMN yang diwakili Deputi Menteri Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Fajar Haris Sampoerno, dan Kementerian Perindustrian yang diwakili oleh Dirjen Industri Logam,Mesin, Alat transportasi, dan Elektronika I Gusti Putu Suryawirawan.
Sebelumnya, peneliti senior Universitas Florida Amerika Serikat, Irawan Satriotomo mengatakan, banyak ilmuan Indonesia yang memilih jadi peneliti di luar negeri. Padahal, para ilmuan tersebut ingin datang dan mengembangkan ilmunya di Indonesia, tetapi mereka terkendala sejumlah regulasi baik yang menyangkut keimigrasian maupun ketentuan importasi barang-barang yang dibutuhkan untuk penelitian.

(Baca: Regulasi Hambat Pengembangan Penelitian)
Dari sisi hukum, Indonesia memang punya UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Di hampir setiap lembaga pemerintah ada divisi khusus penelitian dan pengembangan. Tetapi penelitian tak berkembang sebagaimana halnya di banyak negara, terutama pemanfaatan hasil penelitian. Pemanfaatan itu seharusnya mengarah pada research based-policy. 
Kehadiran Undang-Undang itu saja ternyata tidak cukup. Regulasi, seperti kata Irawan, justru menjadi penghambat. Mendatangkan peneliti yang mumpuni ke Indonesia dalam rangka mengembangkan lembaga-lembaga penelitian juga dihadapkan pada persoalan keimigrasian. Jika peneliti berkewarganegaraan asing, ia harus kembali ke Singapura untuk mengurus dokumen keimigrasian dalam waktu tertentu sebelum kembali lagi ke Indonesia. Irawan berharap Pemerintah menaruh perhatian terhadap masalah ini. “Seharusnya Pemerintah memberikan perhatian dan kemudahan,” ujarnya.
Pemerintah sebenarnya bukan tak perduli sama sekali. Besaran tunjangan peneliti telah diperhatikan. Pada era Presiden SBY terbit Perpres No. 100 Tahun 2012 tentang Tunjangan Fungsional Peneliti. Cuma, kalau dibandingkan dengan yang diperoleh peneliti di luar negeri, selisihnya sangat signifikan.
Tags:

Berita Terkait