Menlu RI: Berbagai Kebijakan Israel Tidak Sah Menurut Hukum Internasional
Mengadili Israel

Menlu RI: Berbagai Kebijakan Israel Tidak Sah Menurut Hukum Internasional

Seharusnya masyarakat internasional termasuk PBB tidak mengakui legalitas tindakan Israel. Atas segala tindakan Israel yang tidak sah itu perlu akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum yang telah dilakukan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Menlu RI Retno Marsudi sebagai keynote speech dalam diskusi bertajuk 'Advisory Opinion di Mahkamah Internasional: Upaya Mendukung Kemerdekaan Palestina Melalui Penegakan Hukum Internasional', di Ruang Nusantara, Kemlu RI, Selasa (16/1/2024). Foto: RES
Menlu RI Retno Marsudi sebagai keynote speech dalam diskusi bertajuk 'Advisory Opinion di Mahkamah Internasional: Upaya Mendukung Kemerdekaan Palestina Melalui Penegakan Hukum Internasional', di Ruang Nusantara, Kemlu RI, Selasa (16/1/2024). Foto: RES

Lebih dari 100 hari sejak gencarnya serangan Israel ke Gaza pasca 7 Oktober 2023 telah menghilangkan nyawa lebih dari 23.000-an warga Palestina dengan lebih dari setengahnya merupakan anak-anak dan perempuan. Akibat dari tindakannya itu, Israel disinyalir telah banyak melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional.

“Berbagai kebijakan Israel seperti aneksasi wilayah Palestina, pemukiman di Tepi Barat, serta mengubah status Kota Yerusalem tidak sah menurut hukum internasional. Tindakan yang tidak sah oleh Israel harus dihentikan, dan perlu akuntabilitas untuk pelanggaran hukum yang terjadi,” tegas Menteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno Marsudi sebagai keynote speech dalam diskusi bertajuk “Advisory Opinion di Mahkamah Internasional: Upaya Mendukung Kemerdekaan Palestina Melalui Penegakan Hukum Internasional”, Selasa (16/1/2024).

Baca Juga:

Menurutnya, negara-negara sepatutnya memberikan dukungan kepada Palestina. Masyarakat internasional, termasuk PBB, seharusnya tidak mengakui legalitas tindakan yang diperbuat Israel. “Tampilnya Indonesia di depan Mahkamah Internasional akan melengkapi berbagai langkah diplomasi Indonesia dalam upaya mendukung perjuangan bangsa Palestina. Dalam 3 bulan sejak konflik meletus (semakin parah), diplomasi Indonesia tidak tinggal diam dan terus menggalang dukungan untuk Palestina,” kata dia.

Selaras dengan itu, peningkatan negara-negara yang mendukung resolusi Palestina di PBB terjadi. Sampai pada akhirnya resolusi tidak mengikat (non-binding) berjudul “Perlindungan warga sipil dan penegakan kewajiban hukum dan kemanusiaan” (dokumen A/ES-10/L.27) yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza diadopsi per 12 Desember 2023 lalu. Tercatat dari 193 negara, 153 negara anggota memberikan suara mendukung. Sedangkan 10 negara termasuk AS dan Israel menentang, di sisi lain 23 negara abstain.

“Namun semua itu belum cukup. Bagi Indonesia, gencatan senjata diperlukan dan akan menjadi game changing untuk menyelesaikan isu Gaza. Tiga bulan sejak mulainya konflik (tidak berkesudahan), tingkat kematian tertinggi ada di Gaza sekitar 23.000-an penduduk Palestina tewas. Petugas medis dan fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit Indonesia turut diserang Israel. Wabah penyakit mulai mengancam, dan ini menjadi tragedi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan.”

Maka dari itu, Retno menekankan diplomasi Indonesia untuk Palestina belum selesai baik dari aspek politik, ekonomi, kemanusiaan, dan hukum internasional. “Dalam konteks inilah pandangan para ahli hukum internasional diperlukan. Karena hukum internasional adalah elemen penting dalam politik luar negeri dan diplomasi Indonesia,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait