Menkumham Nilai Kekosongan Hukum Media Siber Harus Diatasi
Berita

Menkumham Nilai Kekosongan Hukum Media Siber Harus Diatasi

​​​​​​​Hal ini diungkapkan Yasonna saat bertemu dengan jajaran pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

RED
Bacaan 2 Menit
Pengurus AMSI saat bertemu Menkumham Yasonna H Laoly berserta jajarannya. Foto: Istimewa
Pengurus AMSI saat bertemu Menkumham Yasonna H Laoly berserta jajarannya. Foto: Istimewa

Industri teknologi yang terus berkembang di Indonesia berdampak pada meluasnya bisnis pada banyak bidang, termasuk media siber. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut saat bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly beserta jajarannya di kantor Kemenkumham di Jakarta, Kamis (29/11).

 

Wens mengatakan, ada gap yang perlu diperjelas antara media siber dengan perusahaan teknologi yang menyiarkan konten berita. Di satu sisi, media siber wajib patuh pada sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pedoman Media Siber, Kode Etik Jurnalistik, verifikasi media hingga sertifikasi jurnalis.

 

Namun di sisi lain, terdapat pula perusahaan teknologi yang menyiarkan konten berita tapi tak tunduk pada sejumlah peraturan perundang-undangan tersebut. Kejelasan ini penting demi meminimalisir munculnya hoax maupun ujaran kebencian (hate speech). “Jadi, kita merasa tidak diperlakukan secara fair,” kata Wens.

 

Dalam sambutannya, Menteri Yasonna mengamini yang menjadi kegelisahan AMSI. Menurut dia, regulasi media siber belakangan ini sudah menjadi sebuah keharusan baik untuk awak media maupun masyarakat. Untuk itu, ia sepakat perlu adanya pengaturan khusus mengenai media siber.

 

Namun, Yasonna mengingatkan, regulasi media siber tersebut tidak boleh berlebihan sehingga berpotensi mengekang kebebasan pers dan menyatakan pendapat. “Memang kekosongan hukum di media online mau tidak mau harus segera diisi dengan baik. Saya setuju kalau ini harus segera dibicarakan dengan (Kementerian) Kominfo," katanya.

 

Regulasi yang mengatur media siber di Indonesia, menurut Yasonna, merupakan sebuah hal yang sangat penting. Sebab, regulasi diperlukan untuk memastikan asas fairness, asas pertanggungjawaban produk jurnalistik dan bisnis, serta memberi kepastian hukum. Ia percaya, regulasi tersebut akan memperlihatkan mana media online yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang tidak.

 

Baca:

 

“Supaya jelas mana media online yang tata kelolanya baik dan mana yang tidak bertanggungjawab. Kalau tidak ada seperti saat ini, tidak fair, ada platform digital yang seolah bebas memproduksi dan menyebarkan berita tapi sebenarnya mereka bukan media. Tanpa aturan bisa jadi lahan oleh orang secara tidak bertanggungjawab. Lalu ada media abal-abal, ujaran kebencian, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah untuk terorisme,” kata Yasonna.

 

Yasonna berjanji, Kemenkumham akan responsif membicarakan masalah ini dengan kementerian terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sejalan dengan itu, ia mempersilakan pengurus AMSI untuk memberikan masukan dan usulannya terkait regulasi yang akan diatur tersebut.

 

“Teman-teman AMSI silakan masukan usulan-usulannya. Kita sama-sama kerjakan. Supaya nggak over regulated, kan kami kadang tidak paham masalah apa saja,” janji Yasonna.

 

Acara diskusi dan ngobrol santai dengan pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dihadiri para pejabat eselon I dan II di Kementerian Hukum dan HAM, pengurus AMSI pusat dan DKI Jakarta, serta para jurnalis siber.

Tags:

Berita Terkait