Menkumham: Akhir Bulan Ini Seluruh Pelayanan Publik Harus Berbasis Online
Berita

Menkumham: Akhir Bulan Ini Seluruh Pelayanan Publik Harus Berbasis Online

Kemenkumham berkomitmen untuk melakukan reformasi pelayanan publik karena masih ditemukannya ASN yang meminta pungutan untuk memudahkan segala administrasi pelayanan.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, mengatakan seluruh pelayanan publik pada akhir bulan ini harus menggunakan sistem berbasis daring (online) untuk menghindari praktik pungutan liar (pungli) oleh aparatur sipil negara, terutama di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

"Kita sudah punya program-program di mana semua (pelayanan) sudah online, tidak ada lagi pertemuan antara bawah meja. Di tempat lain, di imigrasi, Lapas (lembaga pemasyarakatan), masih kita temukan (pungli). Akhir bulan ini kita launch semua," ujar Yasonna usai memberi pembekalan di Kantor Kemenkumham Jakarta, Jumat (14/10).

Yasonna mengatakan Kemenkumham berkomitmen untuk melakukan reformasi pelayanan publik karena masih ditemukannya aparatur sipil negara (ASN) yang meminta pungutan untuk memudahkan segala administrasi pelayanan.

Menurut dia, pungli masih ditemukan, seperti saat masyarakat ingin berkunjung di Lapas, mengurus paspor di Kantor Imigrasi, bahkan mengajukan remisi justice collaborator. (Baca Juga: Aplikasi LAPOR! Bila Anda Temui Pungli Oknum PNS)

"Kadang masuk orang mau bertamu (di Lapas) masih kita temukan, mau urus remisi masih, termasuk untuk ngurus justice collaborator. Kamu pikir itu free? Gak ada kaya gitu caranya. Setiap kita buat aturan, orang-orang di bawah gunakan sebagai alat transaksi," ujar Yasonna.

Ia menambahkkan seluruh penegak hukum, seperti di Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan juga harus menerapkan sistem berbasis online dalam melayani masyarakat. Kasus tilang, menurut Yasonna, yang mencapai 3 juta kasus per tahun juga lebih baik dipermudah dengan memfasilitasi pembayaran denda melalui transfer bank daripada menghadiri sidang yang dinilai membuang waktu.

Instruksi Menteri
Kemenkumham sendiri berkomitmen melakukan pemberantasan terhadap praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di lingkungan Kemenkumham melalui Instruksi Menteri tentang Pemberantasan Pungutan Liar.

"Kalau sampai ada di antara kita ketahuan menerima award, saya akan langsung melakukan pemecatan. Saya telah terbitkan Instruksi Menteri, baru saya tandatangani kemarin terkait Pemberantasan Pungli di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM," kata Yasonna.

Yasonna mengatakan perang melawan pungli memang bukan pekerjaan mudah, namun perilaku yang sudah membudaya sejak bertahun-tahun tersebut harus diubah dari sekarang dengan mengambil sikap dan peran sebagai pelayan publik yang jujur.

Ia menjelaskan Instruksi Menteri ini akan dielaborasikan dengan tim pemantau yang terdiri dari jajaran eselon 1, kepala Kanwil Kemenhukam di seluruh provinsi dan unit pelaksana teknis. Tim pemantau ini akan menindaklanjuti Instruksi Menteri untuk memastikan tidak adanya praktik pungli maupun suap yang mengatasnamakan pimpinan maupun organisasi.

"Pungli, suap yang mengatasnamakan pimpinan maupun organisasi, ini kasubditnya minta (setoran), No! Saatnya bangsa kita berubah. Jangan kotori tangan dan pekerjaan kita dengan perilaku buruk, bersihkan lingkungan kita dari praktik korupsi, nepotisme, malas dan ego sektoral," ujar Yasonna.

Adapun komitmen pemberantasan pungli ini merupakan bentuk reformasi penegak hukum yang sedang dibangun Kemenkumham. (Baca Juga: Kalangan Notaris dan PPAT Bersuara Soal Operasi Anti Pungli)

Petugas pelayanan publik, mulai dari petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Imigrasi, serta penegak hukum di Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan harus melakukan perubahan total dengan memberikan layanan yang mudah, murah dan cepat.

Ia mengimbau seluruh jajaran pejabat dan staf di lingkungan Kemenkumham bekerja secara tulus dan jujur karena Presiden sebelumnya menyatakan akan menemukan pungli di setiap kantor kementerian dengan caranya sendiri.

"Budaya kaya gitu tinggalkan saja. Gaji semakin baik, ada remunerasi. Cukup lah itu. Kalau kita bisa selamat dari perbuatan tidak benar ini, bisa kita 'save' untuk kesejahteraan pegawai," kata Yasonna.

Lip Service
Anggota DPR RI Almuzzammil Yusuf menegaskan pungutan liar harus diberantas sampai ke akarnya dan bukan hanya menjadi semacam lip service (dalam ucapan saja). (Baca Juga: Presiden Akui Hukum Masih Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas)

"Budaya pungli memang harus dikikis dari waktu ke waktu. Tapi jangan hanya menjadi lip service sehingga menutup mata atau mengalihkan dari kasus-kasus besar seperti yang sudah diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan," kata Almuzzammil.

Menurut Almuzzammil, pungli merupakan bagian dari korupsi yang tidak bisa dibiarkan menyerbak dalam tubuh lembaga pemerintahan. Untuk itu, ujar dia, dalam penuntasan permasalahan pungli ini agar aparat penegak hukum diharapkan tidak pandang bulu.

Ia juga berpendapat bahwa fenomena pungli tidak akan hilang bila korupsi dalam tataran yang lebih besar terus merajalela. "Pungli sama dengan korupsi, semua harus dikikis habis. KPK dibentuk sebagai super body tidak boleh takut dengan penguasa atau kepala daerah yang dianggap dekat dengan penguasa," kata Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP PKS itu.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif, menyatakan praktik pungutan liar (pungli) masih banyak terjadi di kementerian dan lembaga. "Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengawasan internal masing-masing kementerian dan lembaga sehingga terkesan ada pembiaran," kata Laode.

Oleh karena itu, kata dia, KPK selalu menekankan perlunya peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) agar hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi.

Tags:

Berita Terkait