Menkeu : UU Sukuk Wajib Lahir untuk Menambal APBN
Berita

Menkeu : UU Sukuk Wajib Lahir untuk Menambal APBN

Sukuk negara penting untuk instrumen pembiayaan APBN. Selain itu, juga demi menyedot investor asing.

Ycb
Bacaan 2 Menit
Menkeu : UU Sukuk Wajib Lahir untuk Menambal APBN
Hukumonline

 

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Yunus Yosfiah menggarisbawahi, investor asing sedang menunggu tiga UU yang wajib ada. Yakni, Perpajakan, Perbankan Syariah, dan Sukuk Negara. Selama belum ada payung hukumnya, mereka ogah masuk ke sini, ujar Menteri Penerangan terakhir (1998-1999) ini.

 

Yunus menandaskan, keberadaan UU Sukuk Negara ini penting. Lembaga Dana Kuwait (Kuwait Finance) sudah menginjeksi modal ke negeri jiran Malaysia dan Singapura. Indonesia jangan ketinggalan, mereka fokus investasi ke monorail, ujar Yunus yang berkarir di militer ini. Menurut Yunus yang sempat tersandung insiden tewasnya lima wartawan asing di Timor Timur ini, negeri Aladin ini sudah menyiapkan banyak dana investasi.

 

Ani sehati dengan Yunus. Ani melengkapi argumen, UU Sukuk ini wajib lahir untuk menambal APBN. Kami membutuhkan diversifikasi instrumen pembiayaan. Kalau selesai tahun ini, kami gunakan pada APBN-P 2007. Kalau terpaksa selesai tahun depan, untuk APBN 2008.

 

Ani mengaku sudah meyiapkan berbagai aturan pelaksana. Karena itulah, Ani ngebet memprioritaskan pembahasan RUU ini. Akhir Mei silam, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Depkeu Rahmat Waluyanto berjanji RUU SBSN tuntas tahun ini. Saya harap Agustus ini, tukasnya di sela pembukaan Indonesia Investor Forum, di Jakarta Convention Center.

 

Anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Andi Rahman menguatkan permintaan Ani. Menurut Andi, perbankan syariah sementara ini masih bisa diatur oleh UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan pembahasan RUU Keuangan Negara bakal alot lantaran Ani sempat menolaknya. Karena itulah, realistisnya, kita bahas dahulu RUU SBSN, ujarnya.

 

Akhirnya anggota dewan serta pihak pemerintah sepakat mengedepankan pembahasan RUU Sukuk. Dengan persetujuan semua kubu, Awal memutuskan penjadwalan rapat-rapat selanjutnya diserahkan kepada rapat intern komisi. Komisi XI akan segera membuat jadwal yang urut, tukasnya.

 

Tanggapan soal Perbankan Syariah belum Mendalam

Sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan pandangan fraksi tentang RUU Perbankan Syariah. Sepanjang amatan Hukumonline, kesepuluh fraksi dalam pembacaan sikapnya kurang menyentuh persoalan perbankan berpeci ini.

 

Mereka hanya mengupas kulit permasalahannya, yang tentu saja hanya bersifat umum. Yakni seputar pertumbuhan perbankan syariah yang pesat, perlunya payung hukum, arti filosofis, sosiologis, atau politis. Pasal-pasal penting seperti peradilan ideal bagi perbankan syariah, tak satu pun fraksi yang mengangkat.

 

Bahasan tentang Komite Perbankan Syariah pun hanya mengapung di permukaan. Kesepuluh fraksi tak menyoroti bentuk ideal badan ini. Padahal, kalangan bankir baju koko memberi amar pada pasal ini.

 

Sebulan silam (8/5), Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Syariah Mandiri Hanawijaya mengingatkan, pakar perbankan syariah masih minim jumlahnya. Ada istilah mufti, yaitu sosok yang dianggap pakar oleh negara-negara muslim. Mufti ini menjadi penasihat, bahkan hingga akhir hayatnya. Itu karena jumlah mufti sedikit. Penerusnya juga tak mudah dicari, ujarnya dalam sebuah rapat dengan Panitia Ad Hoc IV Dewan Perwakilan Daerah (PAH IV DPD). PAH IV sama bidangnya dengan Komisi XI DPR.

 

Karena itu, saran Hanawijaya, periode kepengurusan komite ini harus diperpanjang. Tak bisa hanya cukup dua tahun sekali dan hanya bisa dipilih untuk sekali lagi periode, lanjutnya.

 

Andi mengakui kekurangan DPR menjereng permasalahan. Makanya akan kita pertajam usulan-usulan tersebut dalam rapat-rapat pembahasan. Termasuk kewenangan komite mengeluarkan fatwa, ujar Andi di sela-sela sidang.

 

Menurut Andi, fatwa ini perlu diatur, supaya tidak bertabrakan dengan kuasa Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Idealnya komite hanya pemberi saran. Fatwa atau masukan itu akan diteruskan ke BI untuk dikukuhkan menjadi PBI.

 

Kalaupun ada yang agak kritis, itupun hanya satu poin soal pajak berganda (double taxation). Transaksi murabahah dalam perbankan syariah sekiranya jangan dibebani dua kali pajak, tutur juru bicara Fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Aziz. Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Harry berjanji akan memperjuangkan hal ini dalam pembahasan RUU PPh.

Selesainya pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) rupanya tak cukup membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bernapas sejenak. Depkeu harus menyelesaikan sebelas RUU, ujarnya di depan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu malam (6/6). Sri Mulyani selain didampingi jajaran Depkeu, juga ditemani perwakilan Departemen Agama dan Departemen Hukum dan HAM.

 

RUU yang dimaksud antara lain RUU APBN 2008, APBN-P 2007, KUP, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, Pajak Daerah, Mata Uang, Perbankan Syariah, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN atau Sukuk Negara), serta Keuangan Negara. Baru RUU KUP yang kelar.

 

Sementara itu, komisi yang menangani perbankan, anggaran, dan keuangan negara ini ketiban tugas merampungkan enam RUU. Yaitu, paket RUU Pajak (KUP, PPh, dan PPN), Sukuk Negara, Perbankan Syariah, Mata Uang, Cukai, dan Keuangan Negara. Kita harus menyusun prioritas dan segera menjadwalkannya, tutur pemimpin sidang Awal Kusumah.

 

Sidang kali ini punya tiga agenda. Pertama, pembacaan pandangan pemerintah tentang RUU Sukuk Negara. Kedua, pembacaan pandangan sepuluh fraksi soal RUU Perbankan Syariah. Dan terakhir, penjadwalan masa sidang dan rapat penuntasan sejumlah RUU tersebut.

 

Dalam tanggapan tertulisnya, Ani -panggilan akrab Sri Mulyani, mengingatkan bahwa Malaysia, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Pakistan, dan Jerman sudah menerbitkan surat utang 'halal' ini. Selain itu, ada pula China, Thailand, Jepang, dan Inggris yang sedang menyiapkan instrumen keuangan ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: