Menkes Optimis Revisi Regulasi BPJS Berjalan Mulus
Berita

Menkes Optimis Revisi Regulasi BPJS Berjalan Mulus

Serikat pekerja bakal dilibatkan dalam pembahasan revisi peraturan pelaksana BPJS Kesehatan.

ADY
Bacaan 2 Menit

Menurut Chazali, batas waktu itu digunakan untuk mengantisipasi sebagian masyarakat yang belum mau bergabung dengan BPJS karena masih melihat bagaimana BPJS berjalan. Tapi yang terpenting bagi Chazali adalah bagaimana melakukan upaya untuk mendorong seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS. “Ketika masyarakat mau menjadi peserta BPJS, maka BPJS tidak boleh menolak,” tukasnya.

Untuk jumlah PBI BPJS Kesehatan, Chazali menjelaskan saat UU BPJS digodok, terjadi perdebatan pelik dalam menentukan masyarakat yang masuk kategori tidak mampu. Ujungnya, data Program Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang hasilnya menyangkut 96,7 juta orang digunakan sebagai acuan. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati anggaran yang dapat dikucurkan untuk menanggung peserta PBI hanya untuk 86,4 juta orang.

Sebagai salah satu solusi memecah persoalan itu, Chazali mengatakan Menkokesra, Agung Laksono, mengusulkan agar 10,3 juta orang yang tidak tercakup sebagai peserta PBI disinergiskan dengan program Jamkesda yang digelar pemerintah daerah. Sehingga, iuran Jamkesda disesuaikan dengan BPJS Kesehatan. Jika hal itu terwujud maka peserta Jamkesda dapat dialihkan ke BPJS Kesehatan.

Usai mengikuti diskusi tersebut, Chazali mengatakan dalam revisi Perpres Jamkes, ketentuan mengenai iuran akan dimasukan. Sehingga nantinya, Perpres Jamkes hasil revisi memuat besaran iuran untuk peserta BPJS Kesehatan yang berpenghasilan.

Sementara Sekjen KAJS, Said Iqbal, mengatakan revisi atas peraturan pelaksana BPJS Kesehatan sangat penting dan harus dilakukan. Pasalnya, regulasi itu tidak menegaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Padahal, Iqbal melihat dalam UU SJSN dan BPJS, hal tersebut disebut secara jelas. “Jangan sampai kebijakan yang diterbitkan pemerintah, peraturan turunan (BPJS,-red), bertentangan dengan UU,” ucapnya.

Iqbal mengatakan KAJS sudah memberikan draft sandingan untuk peraturan pelaksana BPJS Kesehatan. Ia berharap Menkes dan jajarannya dapat mengkaji poin-poin penting yang perlu diperdalam dengan memperhatikan masukan yang disodorkan serikat pekerja. Misalnya, tentang status badan hukum BPJS, harusnya berbentuk badan hukum publik. Kemudian soal pentahapan, Iqbal melihat dalam UU SJSN, yang bertahap bukan kepesertaan tapi program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Dari pantauannya selama ini, Iqbal merasa pemerintah, terutama Kemenkeu selalu mengaitkan besaran PBI dengan fiskal. Padahal, untuk mengatasi persoalan itu ada langkah yang dapat ditempuh. Misalnya, mematok iuran PBI sekitar Rp15 ribu, jumlah itu menurutnya cukup menanggung beban peserta PBI sebanyak 156,2 juta orang. Bahkan untuk mengalihkan peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan baginya bisa dilakukan dengan menyinergiskan APBN dan APBD.

Tak ketinggalan Iqbal menyebut dalam Perpres Jamkes, ketentuan tentang manfaat yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan lebih sedikit ketimbang yang tercantum dalam UU BPJS. Misalnya, ada penyakit yang mendapat pelayanan kesehatan, tapi di Perpres Jamkes penyakit itu tidak tercakup. Soal iuran, Iqbal menegaskan pekerja sepakat untuk mengiur, namun perlu dibuat peta jalan karena UU Jamsostek dan peraturan turunannya masih berlaku ketika BPJS Kesehatan berjalan tahun depan. “Kalau ada yang menyebut pekerja tidak mau mengiur, itu tidak benar,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait