Menjamin Industri Halal Melalui UU JPH (?)
Kolom

Menjamin Industri Halal Melalui UU JPH (?)

UU JPH ini adalah kabar baik bagi kita semua, yaitu konsumen dan pelaku usaha, sebagai awal dan batas yang jelas bermulanya interaksi positif produsen-konsumen yang menguntungkan kedua belah pihak.

Bacaan 2 Menit

Lokasi, tempat, dan peralatan proses produksi halal harus dipisahkan dari lokasi, tempat, peralatan untuk penyembelihan, proses, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian produk yang tidak halal. Lokasi, tempat, dan peralatan tersebut harus tetap bersih, higienis dan bebas dari najis dan material yang tidak halal.

Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku Usaha yang menyerahkan permohonan sertifikat halal harus:

  1. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
  2. Memisahkan lokasi, tempat, peralatan untuk penyembelihan, proses, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal
  3. Mempunyai pengawas untuk produk halal
  4. Memberikan laporan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH

Pelaku Usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal, wajib melakukan:

  1. Mencantumkan label halal pada produk yang telah mendapatkan sertifikat halal
  2. Mempertahankan kondisi kehalalan produk yang telah mendapatkan sertifikat halal. Ketidakpatuhan terhadap peraturan ini akan dikenakan sanksi penjara selama minimal 5 (lima) tahun atau ganti rugi sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua miliar Rupiah).
  3. Memisahkan lokasi, tempat, peralatan untuk penyembelihan, proses, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal
  4. Memperbaharui sertifikat halal yang sudah tidak berlaku
  5. Memberikan laporan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH

Pelaku Usaha yang memproduksi produk dari bahan-bahan yang tidak halal, tidak diikutsertakan dalam penyerahan permohonan sertifikat halal. Namun demikian, Pelaku Usaha tersebut harus mengikutsertakan informasi produk yang tidak halal.

Dalam jangka waktu lima tahun sejak UU JPH diundangkan, maka setiap pelaku usaha yang produknya masuk dalam definisi produk dalam UU JPH, wajib melakukan registrasi sertifikasi halal. Jika tidak, akan dikenai sanksi administratif berupa penarikan produk dari peredaran.  

Sedangkan untuk Produk dari luar negeri (impor) yang akan diedarkan di Indonesia wajib untuk memiliki sertifikat halal dari lembaga sertifikasi halal di negara asalnya, sepanjang Lembaga Sertifikasi Halal tersebut telah melakukan kerjasama dengan pemerintah dan saling pengakuan.

Prosedur untuk Mendapatkan Sertifikat Halal
Permohonan sertifikat halal diserahkan ke BPJPH dan disertakan dokumen-dokumen sebagai berikut: informasi bisnis; nama dan jenis produk; daftar produk dan bahan yang digunakan; dan proses produksi:

Tags:

Berita Terkait