Menjaga Transparansi Peradilan di Tahun Politik
Proyeksi MA 2014:

Menjaga Transparansi Peradilan di Tahun Politik

Selain koordinasi dengan MA, KY bakal membangun koordinasi dengan KPU dan Bawaslu terkait sengketa Pemilu.

ASH
Bacaan 2 Menit
Menjaga Transparansi Peradilan di Tahun Politik
Hukumonline
Mahkamah Agung (MA) sebagai puncak lembaga peradilan tertinggi memprediksi banyaknya persoalan hukum yang akan muncul pada 2014 mendatang. Persoalan  hukum yang akan muncul semakin kompleks dan beragam. Terlebih, suhu perpolitikan Indonesia akan semakin memanas menjelang perhelatan Pemilu 2014. Di tahun politik itu rentan terjadi gesekan-gesekan yang dapat berujung pada persoalan hukum.

Menghadapi kondisi itu, salah satu upaya yang bakal dilakukan MA adalah meningkatkan keterbukaan informasi peradilan. Keterbukaan ini berbasis teknologi dengan sistem penelusuran semua informasi perkara (case tracking system). Sistem ini akan diterapkan seluruh pengadilan di Indonesia karena sudah merupakan bagian dari implementasi Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menegaskan standarisasi keterbukaan informasi peradilan berbasis teknologi menjadi perhatian utama MA dan peradilan di bawahnya pada 2014. Langkah ini merupakan upaya meningkatkan pelayanan yang transparan dan akuntabel bagi pencari keadilan terkait penyajian berbagai informasi jenis perkara di pengadilan termasuk perkara pelanggaran Pemilu yang bakal bermunculan pada 2014.

“Untuk menghadapi Pemilu legislatif, MA memiliki kewenangan mengadili pelanggaran Pemilu. Dari sisi capacity building kita juga sudah memberikan diklat dan sertifikasi hakim-hakim khusus untuk menyidangkan pelanggaran dan sengketa proses Pemilu dengan speedy trial termasuk sertipikasi hakim khusus tipikor, lingkungan, anak, perburuhan,” kata Ridwan Mansyur saat ditemui hukumonline di gedung MA, Jum’at (20/12) pekan lalu.

Ridwan berjanji akan terus meningkatkan keterbukaan informasi di pengadilan. Transparansi juga sudah menjadi amanat SK KMA No. 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. MA juga telah mengeluarkan SK KMA No. 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan guna memenuhi hak pencari keadilan. Standar ini dalam skala nasional menjadi salah satu unsur penilaian UKP4 dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Karena itu, salah satu wujud nyata pada Januari 2014, semua pengadilan Indonesia memiliki website dengan sistem perangkat case tracking system (CTS) yang memuat seluruh informasi jenis perkara. Selain menyediakan meja informasi pengadilan bagi masyarakat yang belum “melek” teknologi. Jika amanat ini tidak dijalankan pimpinan pengadilan akan dikenakan sanksi demosi.

“Ada sekitar 852 satuan kerja di website pengadilan seluruh Indonesia sudah memiliki CTS, untuk memudahkan penelusuran semua informasi perkara. Sebut saja pengadilan mana bisa dicari informasi perkaranya. Di website MA, ada info perkara (perkara yang baru diputus dan masih berjalan) dan direktori putusan, untuk perkara yang telah berkekuatan hukum tetap,” papar Ridwan.

Masyarakat tidak perlu khawatir kalau MA dan peradilan di bawahnya tidak transparan terkait semua informasi perkara yang tengah diperiksa. Menurut Riswan, MA telah berkomitmen meningkatkan keterbukaan informasi pelayanan peradilan sesuai amanat Cetak Biru. “Konsen kami ke depan adalah transparansi informasi peradilan dengan pemanfaatan teknologi informasi. Saat ini, hampir semua manajemen peradilan mengarah pada manajemen yang berbasis teknologi informasi. Dengan cara ini, kinerja menjadi lebih efektif, lebih cepat, lebih akurat,” lanjutnya.

Ridwan mengungkapkan untuk mewujudkan itu Ketua MA, M. Hatta Ali dan ketua kamar sudah mulai melakukan pembinaan, evaluasi, bimbingan teknis, pengawasan secara langsung terhadap kinerja seluruh pengadilan di bawahnya sesuai bidang masing-masing. Termasuk menerapkan reward and punishment bagi setiap pegawai/hakim setiap satuan kerja MA dan pengadilan di bawahnya oleh Bawas MA. “Bentuk pengaduan masyarakat bisa lewat SMS, surat, website pengadilan yang terhubung ke Bawas MA,” katanya.

Terus bersinergi
Terkait pengawasan, dia berharap pengawasan internal yang selama ini dijalankan Bawas MA melalui inspektur wilayah harus terus bersinergi dengan Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas eksternal. Soalnya, untuk mengawasi sekitar 8.408 hakim dan 23.700 pegawai pengadilan seluruh Indonesia, Bawas MA tidak bisa mengawasi sendirian tanpa peran KY.

“Termasuk, kita butuh pengawasan dari media dan elemen masyarakat untuk mengawasi hakim dan pegawai pengadilan untuk terus bersinergi dengan Bawas MA,” harapnya.

Dia membantah tudingan hubungan MA dan KY tidak harmonis. Sejak tahun 2012 MA dan KY sudah meneken kesepakatan bersama terkait kewenangan masing-masing lembaga terkait pemeriksaan hakim termasuk mekanisme tata cara pemeriksaan bersama. Misalnya, MA berwenang memeriksa hal yang menyangkut professional conduct (teknis yudisial) termasuk code of conduct. Sementara KY hanya menyangkut code of conduct. “Kalau ada suara-suara miring yang bilang tidak kompak, saya rasa itu suara perseorangan, bukan suara lembaga,” katanya.

Ketua KY Suparman Marzuki mengatakan salah satu langkah awal yang akan dilakukan adalah meningkatkan koordinasi dengan MA dalam menyongsong Pemilu 2014. Koordinasi ini sangat penting jika melihat tupoksi KY sebagai pengawas hakim yang diperkirakan banyak persoalan hukum yang bakal muncul terkait Pemilu 2014. Salah satu contohnya, adanya permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bisa menyulut konflik antar peserta Pemilu yang berujung gugatan ke pengadilan.

“Kami mengantisipasi jangan sampai terjadi hal-hal buruk, sehingga koordinasi sangat diperlukan untuk mengetahui langkah apa saja yang sedang dilakukan dan akan dilakukan,” kata Suparman saat ditemui di kantornya.

Suparman mengatakan selain berkoordinasi dengan MA, pihaknya akan membangun koordinasi dengan  Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Langkah ini untuk mengawal dan menjaga kemandirian para hakim agar tidak mudah diintervensi yang nantinya akan menyidangkan sengketa atau pelanggaran Pemilu.

“Kami tidak ingin hakim menjadi bagian dari persoalan politik. MA seharusnya memberikan pembekalan perspektif terlebih dulu terkait konflik sengketa Pemilu (politik) untuk menyiapkan mental para hakim. Tentunya ini juga menjadi catatan MA,” kata Suparman.
Tags:

Berita Terkait