Meninjau Edaran MA tentang Pembuktian Sederhana Pailit/PKPU Pengembang Apartemen
Terbaru

Meninjau Edaran MA tentang Pembuktian Sederhana Pailit/PKPU Pengembang Apartemen

Yang dapat dibuktikan secara sederhana menurut Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan adalah adanya dua atau lebih kreditur dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Managing Partner IndoLaw sekaligus President Director PT. Officium Nobile IndoLaw, Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: RES.
Managing Partner IndoLaw sekaligus President Director PT. Officium Nobile IndoLaw, Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: RES.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang (UU Kepailitan) telah mengatur tiga syarat permohonan pailit/PKPU kepalitan. Ketiga syarat tersebut di antaranya (1) memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih; (2) terdapat dua kreditur atau lebih; dan (3) dapat dibuktikan secara sederhana. Adapun syarat terakhir (‘dapat dibuktikan secara sederhana’) mengundang kontroversi di kalangan pengurus dan kurator tanah air. Hal ini tidak lepas dari hasil rapat pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung yang diterbitkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2023.

 

Angka (2) hasil rapat pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung tersebut menyebutkan bahwa:

 

 “Permohonan pernyataan pailit ataupun PKPU terhadap pengembang (developer) apartemen dan/atau rumah susun tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.”

 

Sementara, Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan sendiri mengatur bahwa:

 

 “Permohonan penyertaan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.”

 

Managing Partner IndoLaw sekaligus President Director PT. Officium Nobile IndoLaw, Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengungkapkan, rumusan hasil rapat pleno kamar perdata tentang permohonan pailit atau PKPU terhadap pengembang di atas memiliki dasar pemikiran yang kurang tepat.

 

“Jika kerumitan dampak pailit atau PKPU yang menjadi pertimbangan MA untuk melarang permohonan pailit atau PKPU developer apartemen/rumah susun menjadi dasar, harusnya dilihat kembali maksud dari pembuktian sederhana itu,” ujar Tjoetjoe.

 

Menurut Tjoetjoe, ketentuan Pasal 8 ayat (4) secara tegas mendasarkan kepada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepalitan mengatur bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

 

“Artinya yang dapat dibuktikan secara sederhana menurut Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepalitan adalah adanya dua atau lebih kreditur dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,” terang Tjoetjoe.

Tags:

Berita Terkait