Menimbang Urgensi Pembentukan Pansus Angket TKA
Berita

Menimbang Urgensi Pembentukan Pansus Angket TKA

Pembentukan Pansus Angket harus memenuhi syarat sebanyak 25 orang anggota dewan dan lebih dari satu fraksi. Namun, sebagian anggota dewan menganggap pembentukan Pansus Angket TKA belum perlu dengan sejumlah alasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sebagian anggota dewan sudah mengulirkan penggunaan hak angket melalui pembentukan Panitia Khusus Tenaga Kerja Asing (Pansus TKA). Tujuannya, sebagai upaya mengetahui kondisi ril penggunaan TKA di Indonesia termasuk sistem pengawasan TKA yang selama ini dilakukan. Namun, tak sedikit pula, anggota dewan yang menolak pembentukan Pansus Angket TKA ini.

 

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menegaskan sedari awal mendukung pembentukan Pansus Angket TKA ini setelah terbitnya Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA yang lebih mempermudah masuknya TKA. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa lapangan pekerjaan dikuasai buruh asing, khususnya warga Tiongkok, yang mempengaruhi aspek ekonomi, keamanan, budaya.   

 

“Saya telah menandatangani usulan dibentuknya Pansus Angket TKA bersama beberapa koleganya. Ini dalam rangka mengkoreksi kebijakan, termasuk pengawasan terhadap TKA yang dilakukan pemerintah mesti dibenahi dengan membentuk Pansus,” ujar Fahri di Gedung Parlemen, Jum’at (27/4). Baca Juga: Ombudsman: Perpres Penggunaan TKA Perlu Mengatur Dua Substansi Ini

 

Syarat penggunaan hak angket ini diatur Pasal 199 UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

Pasal 199 UU MD3

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh   paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(2) Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undangundang yang akan diselidiki; dan b. alasan penyelidikan.

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

 

Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf mengatakan usulan pembentukan Pansus ini gara-gara hasil rekomendasi Panitia Kerja (Panja) pengawasan TKA tidak dilaksanakan pemerintah. Justru, pemerintah malah menerbitkan Perpres No. 20 Tahun 2008. “Kami mendesak pemerintah menjalankan rekomendasi tersebut. Jika tidak bisa, maka bisa naik ke Pansus, (hak angket),” ujar Dede Yusuf, Jumat (27/4).

 

“Pembentukan Pansus Angket sudah ada mekanismenya sendiri yang keanggotaanya lintas komisi."

 

Meski begitu, pihaknya berharap pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menjalankan semua rekomendasi Panja TKA sebelumnya. Salah satunya, pembentukan Satuan Tugas Pengawasan TKA yang terdiri dari Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Keimigrasian, Kemendagri, Pemda, Kemenaker. Selama ini, praktik pemulangan TKA ilegal dilakukan Keimigrasian dan Kemenaker. Rekomendasi lain, mencabut kebijakan bebas visa. Sebab, kebijakan bebas visa menjadi sebab banyak masuknya pekerja TKA ilegal. Selain itu, perlunya penambahan personil pengawas terhadap masuknya TKA.

 

Pemerintah pun diminta memberi data faktual antara TKA legal dan ilegal yang masuk ke Indonesia. Sebab, hasil kajian dan investigasi Ombudsman pun terdapat ketidaksesuaian antara data jumlah TKA (legal) dengan jumlah TKA di lapangan. “Soal fungsi pengawasan terhadap masuknya TKA juga tidak diatur dalam Perpres. Memang Perpres mempermudah birokrasi, tapi pengawasannya bagaimana?”

 

Di luar parlemen, organisasi buruh seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)  pun memberi dukungan usulan pembentukan Pansus Angket TKA. Menurut Ketua KSPI Said Iqbal, Perpres tersebut telah mengabaikan dan mengancam pekerja lokal. Karenanya, keberadaan Pansus untuk melakukan penyelidikan bisa mengungkap kondisi sebenarnya terkait penggunaan TKA dan pengawasan TKA di Indonesia.

 

Dia mengatakan rencana pembentukan Pansus Angket TKA sebenarnya sudah pernah diusulkan dua tahun lalu. Baginya, adanya kemudahan perizinan bagi TKA menjadi ancaman secara ekonomi terhadap pekerja lokal. Sebaliknya, TKI di luar negeri justru sulit mengurus administrasi ketika hendak ditempatkan di negara tertentu.

 

“Sebenarnya banyak persoalan terkait penggunaan TKA ini. Itu sebabnya, Pansus menjadi jawaban atas sejumlah persoalan ketenagakerjaan. Buruh ada di belakang DPR untuk Pansus,” dukungnya.

 

Dilihat tujuannya

Kontras, Anggota Komisi IX DP, Okky Asokawati mengatakan gagasan pembentukan Pansus Angket TKA mesti ditelaah lebih mendalam tujuannya. Menurutnya, bila pembentukan Pansus hanya untuk kepentingan politik, pihaknya bakal menolak. Sebaiknya, bila pembentukan Pansus Angket TKA untuk mengatasi dan mencari jalan keluar atas persoalan  TKA yang sudah menahun, dirinya setuju.

 

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menilai pembentukan Pansus semestinya proporsional yang memberi kesempatan kepada Kemenaker melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Termasuk menjelaskan persoalan TKA ke publik secara baik. “Karena kami melihat, penjelasan dan klarifikasi Kemenaker selama ini tidak tuntas dan lebih menekankan sikap defensif,” ujar mantan peragawati ini.

 

Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Golkar, TB Ace Hasan Syadzily merasa belum ada kebutuhan mendesak untuk dibentuknya Pansus Angket TKA. Dia menilai Komisi IX dan Kemenaker sebenarnya bisa menyelesaikan ketidaksepahaman soal TKA ini melalui rapat kerja. Jadi, mekanisme untuk meminta penjelasan pemerintah tak harus membentuk Pansus Angket TKA.  

 

“Urgensinya apa membuat Pansus? Kami di Golkar pasti tidak akan mendukung Pansus tersebut. Karena kan jelas Perpres tersebut tidak ada yang mengkhawatirkan,” kata dia.

 

Menurutnya, Perpres 20 Tahun 2018 sebagai upaya mengatur dan membatasi pekerja asing yang masuk ke Indonesia. Baginya, fraksi partai yang mengusung pembentukan Pansus Angket TKA hanya untuk mempolitisasi persoalan. Padahal, kata Ace, dengan Perpres 20 Tahun 2018 membatasi jabatan-jabatan tertentu bagi TKA. “Termasuk TKA pada level pekerja kasarnya pun diatur tersendiri disitu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait