Menilik Peran Pengawas Ketenagakerjaan
Berita

Menilik Peran Pengawas Ketenagakerjaan

LBH Jakarta menilai pengawas ketenagakerjaan sering mengalihkan aduan pelanggaran menjadi perselisihan. Akibatnya, banyak aduan buruh yang menemui jalan buntu. Direktur Pengawasan Depnakertrans berdalih UU Ketenagakerjaan yang menggeser pola pengawasan kearah perdata.

Fat
Bacaan 2 Menit

 

Nurkholis menjelaskan, pola pengalihan pelanggaran hak dari pidana ke peselisihan terjadi, karena terdapatnya penolakan pengawasan dari para petugas. Jika pola pelanggaran tersebut menjadi perselisihan, akibatnya pelanggaran yang dilakukan perusahaan kepada buruh hanya bersifat perdata saja. Artinya, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang bisa menangani perkara tersebut.

 

Selain itu, pengalihan pola pelanggaran hak juga terjadi karena adanya penolakan pengawas ketenagakerjaan untuk menanganinya. Biasanya, dalih yang digunakan pengawas dalam menolak karena tempat buruh bekerja tidak sesuai dengan ‘yurisdiksi’ petugas pengawas. “Otonomi daerah sering dijadikan sebagai alasan dalam menolak aduan buruh,” ujarnya.

 

Tugas dan peran pengawas ketenagakerjaan sebenarnya sudah diatur dalam Bab XIV UU Ketenagakerjaan. Bahkan dalam Bab XV, pengawas ketenagakerjaan mempunyai kewenangan melakukan penyidikan atas pelanggaran ketenagakerjaan.  

 

Direktur Pengawasan dan Norma Kerja Depnakertrans A. Muji Handaya menampik seluruh hasil kajian LBH Jakarta. Menurut Muji, semua pengaduan yang ditujukan kepada pengawas tenaga kerja tidak begitu saja dialihkan. Melainkan selalu  dianalisa terlebih dahulu sebelum diambil keputusan. “Seperti kasus yang diadukan ke dinas-dinas itu mengenai pelanggaran berserikat, ternyata setelah dilakukan penelitian itu pokok persoalannya itu perselisihan,” katanya.

 

Lebih lanjut muji menganggap kekurangan paling fatal ada pada regulasi ketenagakerjaan. Berdasarkan UU No 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja dan UU No 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU No 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, tugas pengawas ketenagakerjaan berada dalam rezim hukum publik. “Tapi di UU No 13 Tahun 2003, bergeser ke perdata,” tuturnya.

 

Selain persoalan regulasi yang menghimpit pengawas, Muji mengakui ada persoalan lainnya, yaitu kurangnya jumlah personil pengawas itu sendiri. Untuk itu, ia minta kepada masyarakat untuk tidak selalu menyalahkan pengawas dalam menjalankan tugas. “Kalau masalah personil, kita masih timpang dibanding jumlah perusahaan yang diawasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait