Menilik Pengaturan Tata Cara Pengajuan Permohonan Perampasan Aset Menurut RUU
Terbaru

Menilik Pengaturan Tata Cara Pengajuan Permohonan Perampasan Aset Menurut RUU

Pengumuman permohonan perampasan aset dilakukan dengan menempatkannya pada papan pengumum di pengadilan negeri dan wajib diumumkan melalui media cetak dan/atau elektronik selama 3 hari.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana dalam waktu dekat bakal memasuki tahap pembahasan bersama antara pemerintah dan DPR. Ada banyak hal yang diatur dalam RUU, antara lain tentang tata cara pengajuan permohonan perampasan aset. Permohonan perampasan aset diajukan secara tertulis oleh jaksa pengacara negara kepada pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan perampasan aset dilengkapi dengan berkas permohonan.

Permohonan itu memuat 7 hal. Pertama, nama dan jabatan jaksa pengacara negara. Kedua, tempat, hari, dan tanggal penyitaan. Ketiga, nama dan jenis aset. Keempat, berat, ukuran, dan/atau jumlah menurut jenis aset. Kelima, identitas orang yang memiliki atau menguasai aset yang disita, jika orang tersebut diketahui. Keenam, alasan dan dasar hukum pengajuan permohonan perampasan aset. Ketujuh, alat bukti dan dokumen pendukung lainnya.

Jika ada keberatan atas pemblokiran dan/atau penyitaan aset itu, keberatan tersebut disertakan dalam pengajuan permohonan perampasan aset. “Jaksa pengacara negara berwenang melakukan tindakan untuk dan atas nama negara tanpa perlu adanya surat kuasa khusus untuk itu,” begitu bunyi Pasal 25 RUU.

Baca juga:

Pengadilan negeri yang berwenang menerima permohonan itu adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan aset tindak pidana. Jika aset berada di daerah hukum beberapa pengadilan negeri, permohonan perampasan aset dapat diajukan kepada salah satu pengadilan negeri. Dalam hal pengadilan negeri tidak memungkinkan memeriksa perkara permohonan perampasan aset, MA atas permintaan ketua pengadilan yang bersangkutan menetapkan pengadilan negeri lain untuk memeriksa permohonan tersebut. Permohonan untuk aset yang berada di luar negeri diajukan kepada pengadilan negeri Jakarta Pusat.

Dalam waktu paling lambat 3 hari sejak menerima permohonan Ketua pengadilan negeri menertapkan kewenangan pengadilan menetapkan kewenangan pengadilan yang bersangkutan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan perampasan aset. Setelah menetapkan kewenangan itu, Ketua pengadilan negeri menetapkan majelis hakim yang akan memeriksa permohonan dan memerintahkan panitera untuk mengumumkan permohonan perampasan aset.

Jika ada keberatan dari orang yang memiliki atau menguasai aset, salinan permohonan perampasan aset disampaikan kepada yang bersangkutan paling lambat 3 hari sebellum persidangan. Pengumuman permohonan perampasan aset dilakukan dengan menempatkan pada papan pengumuman pengadilan negeri yang bersangkutan dan pengadilan negeri lain yang dalam wilayah hukumnya terdapat aset yang dimintakan untuk dirampas.

“Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengumuman wajib dilakukan dalam waktu 3 hari berturut-turut melalui media cetak dan/atau elektronik,” begitu kutipan Pasal 30 ayat (2).

Setiap orang yang merasa dirugikan haknya atas permohonan perampasan aset dapat mengajukan perlawanan bahwa aset yang dimohonkan untuk dirampas bukan merupakan aset tindak pidana. Perlawanan itu diajukan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri yang menerima permohonan baik sebelum maupun pada hari persidangan. Perlawanan yang diajukan sebelum hari sidang, salinan perlawanan disampaikan kepada jaksa pengacara negara yang mengajukan permohonan perampasan aset.

Dalam hal terdapat pihak yang mengajukan keberatan terhadap pemblokiran dan/atau penyitaan, salinan perlawanan juga disampaikan kepada pihak tersebut. Tapi perlu diingat perlawanan tidak dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa yang melarikan diri dan/atau dengan status daftar pencarian orang, terdakwa yang disidangkan secara in absentia, dan/atau kuasanya.

Ketua majelis hakim paling lambat 3 hari menetapkan hari sidang. Dalam menetapkan hari sidang ketua majelis hakim harus mempertimbangkan sejumlah hal seperti waktu pengumuman, jarak antara tempat persidangan dan alamat instansi jaksa pengacara negara, dan/atau alamat orang yang memiliki atau menguasai aset.

Selanjutnya, panitera atas perintah ketua pengadilan negeri menyampaikan surat panggilan kepada jaksa pengacara negara yang mengajukan permohonan untuk hadir pada hari sidang. Surat panggilan itu harus diterima paling lambat 3 hari sebelum hari sidang. Surat panggilan juga disampaikan kepada orang yang memiliki atau menguasai aset diketahui dan/atau terdapat keberatan.

Jika yang bersangkutan tidak berada di tempat, surat panggilan disampaikan kepada anggota keluarga atau kepala desa, lurah atau nama lainnya yang wilayah kerjanya meliputi alamat tempat tinggal atau kediaman terakhir. Bila pihak yang bersangkutan berada dalam rumah tahanan negara atau lembaga pemasyarakatan, surat panggilan disampaikan melalui pejabat rumah tahanan negara atau lembaga pemasyarakatan.

Jika pihak yang dimaksud merupakan korporasi, surat panggilan ditujukan kepada pengurus tempat kedudukan korporasi. “Penerimaan surat panggilan dilakukan dengan pembuatan tanda terima,” begitu perintah Pasal 33 ayat (7) RUU.

Dibahas beberapa pekan ke depan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD optimistis RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana segera dibahas di DPR dalam beberapa pekan ke depan. RUU tersebut sudah bestatus masuk di DPR beserta surat presiden (Surpres). Sementara DPR pun menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM).


“Insya Allah dalam beberapa minggu ke depan akan dibahas di DPR,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Mahfud menjelaskan RUU Perampasan Aset memiliki fungsi agar penggelapan uang atau kekayaan negara tidak lagi mudah dilakukan. Setelah RUU itu diratifikasi menjadi UU, ia meyakini koruptor akan kesulitan mengalihkan harta hasil pidananya kepada orang lain. Melalui beleid itu nantinya, setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang, korupsi, perdagangan orang, narkoba, serta terorisme asetnya bisa langsung disita tanpa menunggu putusan pengadilan.


“Orang yang diduga melakukan tindak pidana meskipun belum ada putusan pengadilan asetnya bisa dirampas asalkan ada bukti pendahuluan yang cukup,” ujarnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu yakin, melalui UU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana nantinya aset para obligor atau debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang selama ini tak kunjung melunasi utang kepada negara dapat langsung dirampas. “Nanti baru dibawa ke pengadilan. Kalau pengadilan mengatakan tidak bersalah ya sudah dikembalikan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait