Menilik Eksistensi Mahkamah Pidana Internasional yang Menginjak Usia ke-26
Utama

Menilik Eksistensi Mahkamah Pidana Internasional yang Menginjak Usia ke-26

Mulai diadopsi sejak 17 Juli 1998 silam, Statuta Roma menjadi pijakan dasar berdirinya ICC yang kemudian diratifikasi oleh 124 negara. Selama ini ICC memainkan peran penting dalam memperkuat supremasi hukum di tingkat internasional.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Gedung Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda. Foto: www.hrw.org
Gedung Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda. Foto: www.hrw.org

Tepat pada 17 Juli 2024 kemarin pada Hari Keadilan Pidana Internasional (International Criminal Justice Day), Statuta Roma menginjak usia ke-26 tahun. Melalui perjanjian internasional inilah lahir Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) yang menangani berbagai kasus kejahatan serius di seluruh belahan duniai. Sampai saat ini terdapat 124 negara yang menjadi Negara Pihak dari Statuta Roma.

“Berbeda dengan International Court of Justice (ICJ) yang mengadili negara, ICC diberikan kewenangan untuk mengadili individu terkait 4 kejahatan internasional paling serius yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Pengertian dan elemen dari kejahatan-kejahatan ini juga dijelaskan lebih lanjut dalam Statuta Roma,” ujar Dosen Program Studi Ilmu Hukum President University Bunga Dita Rahma Cesaria kepada Hukumonline, Rabu (17/7/2024).

Hukumonline.com

Dosen Program Studi Ilmu Hukum President University Bunga Dita Rahma Cesaria.

Baca Juga:

Namun patut diingat, kehadiran ICC tidak lantas menggantikan proses peradilan yang ada di setiap negara. Dalam hal ini, ICC hanya berwenang mengadili jika negara bersangkutan tidak mau atau tidak dapat melakukannya. Indonesia sendiri, sambung Bunga, sampai saat ini masih belum meratifikasi Statuta Roma.

Pasalnya, Indonesia sekarang sudah mempunyai UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan bahkan memiliki Pengadilan HAM yang berpijak pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM). “Kita ketahui pengadilan HAM di Indonesia mengadili pelanggaran HAM berat yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata dia.

Hampir berusia tiga dekade dalam beberapa tahun mendatang, ICC disebut sudah terlibat dalam banyak kasus high profile. Salah satunya kasus Presiden Sudan, Omar Al-Bashir, yang pada tahun 2009 menjadi orang pertama yang diberikan perintah penangkapan oleh ICC ketika masih menjabat sebagai kepala negara. Contoh lainnya, kasus di Libya dengan memberikan perintah penangkapan pada tahun 2011 terhadap Muammar Gaddafi dan anaknya Saif al-Islam Gaddafi atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Di samping kasus tersebut, saat ini ICC juga masih memproses kasus dugaan genosida terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, Bunga menuturkan saat ini permohonan surat perintah penangkapan yang dilayangkan Jaksa ICC masih menjadi langkah awal untuk menghukum pihak-pihak bertanggung jawab atas peristiwa tragis di tanah Palestina.

“Berdasarkan Statuta Roma, permintaan Jaksa ICC menerbitkan surat perintah penangkapan (arrest warrant) menunjukkan bahwa Jaksa ICC menilai terdapat bukti-bukti cukup perbuatan yang dilakukan Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Israel terhadap rakyat Palestina merupakan kejahatan internasional serius yang jatuh dalam yurisdiksi ICC. Sekarang kita perlu menunggu dan berharap bahwa hakim ICC juga melihat hal yang sama, sehingga perintah penangkapan dapat segera diterbitkan dan proses investigasi dapat segera berlangsung,” ujarnya.

Menjadi catatan, proses hukum di ICC memakan waktu yang cukup panjang. Belum lagi mengingat ICC tidak mempunyai penegak hukum sendiri, ICC akan bergantung pada negara-negara di dunia dalam proses peradilannya. Seperti menerbitkan perintah penangkapan, membekukan aset, sampai dengan membawa pelaku kejahatan ke detention centre ICC di The Hague

“Saya tidak ingin mengkritisi ICC dengan mengatakan penegakan hukum melalui lembaga ini tidak efektif karena saat ini kita bergantung pada ICC sebagai lembaga peradilan internasional yang mengadili kejahatan seperti yang kita lihat di Palestina. Dan tanpa kerja sama dari negara-negara anggota maupun negara-negara yang bukan anggota ICC, penegakkan hukum oleh lembaga peradilan ini tidak dapat berlangsung sebagaimana diatur dalam Statuta Roma.”

Bunga berharap pada usia yang ke-26 tahun ini, ICC bisa menjadi lembaga peradilan yang selalu imparsial, bebas dari pengaruh politik, dan hanya memihak para korban kejahatan. “Besar harapan negara-negara di dunia baik anggota maupun bukan anggota ICC untuk dapat bekerja sama dengan ICC dalam setiap proses penegakan hukumnya,” harapnya.

Statuta Roma dan ICC

Mulai diadopsi sejak 17 Juli 1998, Statuta Roma menjadi pijakan dasar berdirinya ICC yang kini telah diratifikasi oleh 124 negara. Sebagai Mahkamah Pidana Internasional yang bersifat permanen dan perdana hadir, ICC menjalankan mandat untuk menumpas impunitas pelaku kejahatan-kejahatan serius yang menjadi kekawathiran masyarakat internasional. Seperti kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, serta kejahatan agresi.

“Penting bagi kita untuk mengingat mengapa ICC dibentuk dan betapa pentingnya agar Mahkamah diizinkan untuk melaksanakan mandatnya sepenuhnya tanpa tekanan eksternal. Melalui pekerjaan kami, kami melangkah lebih dekat untuk membangun dunia yang lebih adil. Sebagai badan peradilan yang independen dan tidak memihak, ICC memainkan peran penting dalam memperkuat supremasi hukum di tingkat internasional,” ujar Hakim Ketua ICC Tomoko Akane seperti dikutip dari rilis resmi ICC.

Jaksa ICC Karim A. A. Khan KC turut menyampaikan misi kantornya dan Mahkamah tak lain dan tak bukan untuk menegakkan janji hukum humaniter internasional bagaimana semua kehidupan memiliki nilai yang sama, dan semua yang menjadi sasaran pelanggaran memiliki hak atas keadilan. “Kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir ini signifikan, namun pekerjaan kami masih jauh dari selesai. Kantor saya berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua mitra guna menjalankan mandat dengan lebih efektif dan menjadikan perlindungan Statuta Roma sebagai kenyataan bagi semua pihak," ucapnya optimis.

Pada Hari Keadilan Pidana Internasional, Panitera ICC Osvaldo Zavala Giler menyebutkan keberadaannya sebagai upaya membangun dunia yang lebih adil, bebas dari impunitas atas kejahatan paling mengerikan. Selain itu menegaskan kembali perlunya revitalisasi komitmen bersama guna menjaga dan melindungi mandat independen dan imparsial dari Mahkamah Pidana Internasional dan pekerjaannya dalam melayani keadilan dan korban.

Tags:

Berita Terkait