Mengurai Tabir Baku Tembak Anggota Polri
Terbaru

Mengurai Tabir Baku Tembak Anggota Polri

Dalam hukum pidana, kedudukan pelaku pembantu mengikuti perbuatan pelaku utama. Tim pencari fakta harus menemukan siapa pelaku yang memiliki kehendak.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Setelah Irjen Pol Ferdy Sambo dinonaktifkan sementara, giliran Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar (Kombes) Pol Budhi Herdy Susianto dinonaktifkan dari jabatannya. Penonaktifan jabatan tersebut buntut dari kasus baku tembak antar anggota Polri yang menewaskan Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan penonaktifan kedua perwira itu dalam upaya menjaga tranparansi, objektivitas, dan akuntabilitas dalam mengungkap kasus baku tembak dua pekan lalu. Tim khusus bentukan Kapolri terus bekerja dalam upaya pengungkapan kasus tersebut demi marwah institusi korps bhayangkara

Belakangan tim khusus pun menemukan rekaman kamera televisi sirkuit tertutup alias Closed Circuit Television (CCTV) di sepanjang jalan tempat kejadian perkara baku tembak, kediaman dinas Kadiv Propam di bilangan Jakarta Selatan. CCTV itu pun sedang dalam pemeriksaan di laboratorium forensik (Labfor) untuk dapat mengetahui konstruksi peristiwa sebenarnya yang menewaskan Brigadir J pada Jumat (8/7/2022) pekan lalu. “Ada, tapi saat ini masih di Labfor,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (21/7/2022).

Menariknya, rekaman CCTV pun di lokasi kejadian dalam rumah dinas Kadiv Propam berhasil ditemukan penyidik. Berbeda dengan penyelidikan awal, CCTV dinyatakan tidak ditemukan rekaman dengan alasan CCTV rusak. Meski demikian, tim khusus terus bekerja keras membuka tabir dan motif peristiwa baku tembak tersebut.

Baca Juga:

Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menambahkan sejumlah bukti baru berupa rekaman CCTV sedang diteliti di Labfor. Rekaman CCTV pun memerlukan sinkronisasi dan kalibrasi dalam melihat konstruksi peristiwa yang terekam di dalamnya. “Tentunya ini harus melalui proses yang dijamin legalitasnya. Jadi bukan berdasarkan apa maunya penyidik, tapi berdasarkan data dan meta data dari CCTV itu sendiri,” ujar jenderal polisi bintang satu itu.

Terpisah, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai tewasnya Brigadir J dalam baku tembak mulai menemuii titik terang, bakal terbentuk polanya. Dia menduga dalam peristiwa tersebut terdapat pelaku utama dan pelaku pembantu. “Kata kuncinya harus ditemukan ada kerja sama yang disadari antara mereka untuk melakukan perbuatan pidana tersebut,” ujarnya kepada Hukumonline.

Dia menerangkan dalam hukum pidana, kedudukan pelaku pembantu mengikuti perbuatan pelaku utama. Tim pencari fakta mesti menemukan siapa pelaku yang memiliki kehendak. Azmi menilai sepanjang pelaku mengetahui atau semestinya mengetahui keadaan di sekitar, maka orang itulah yang dikategorikan pelaku utama. Wujud kesengajaan seseorang yang menjadi inti perbuatan atau animus hominis est anima scripti.

Karenanya, tim khusus harus mengungkap perilaku kesengajaan tersebut. Apalagi tim khusus menemukan adanya fakta yang dihilangkan atau direkayasa. “Maka orang yang menggerakkan, mengendalikan suatu kejahatan inilah dipandang lebih buruk daripada orang yang membantu melakukan, dan pelaku yang menggerakkan ini haruslah di hukum lebih berat,” sarannya.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu berpendapat tim khusus bentukan Kapolri menjadi amat urgen dan strategis dalam mengungkap pelaku dalam rentetan kasus baku tembak tersebut. Tak hanya itu, tim khusus harus mampu menunjukkan objektivitas, profesionalisme Polri secara transparan untuk menjawab berbagai keraguan publik atas kasus baku tembak yang diwarnai kejanggalan. “Agar peristiwa ini menjadi clear,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di kediaman dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu. Alhasil, Brigadir J pun tewas tertembak peluru dari pistol Brada E. Sayangnya, kasus tersebut baru dibuka ke publik oleh Polri pada Senin (11/7/2022) lalu.

Keterangan pihak Humas Mabes Polri terkait peristiwa penembakan ini “dilatarbelakangi” dengan dugaan pelecehan dan penodongan senjata api ke arah istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi. Brigadir J pun tewas ditembus peluru dari pistol milik Bharada E. Namun, jenazah Brigadir J diketahui pihak keluarga terdapat sejumlah luka sayatan di bagian tubuh, jari manis, dan kaki nyaris rusak. Alhasil, pihak keluarga Brigadir J melalui tim kuasa hukumnya melaporkan ke Bareskrim Polri dan meminta autopsi ulang.  

Tags:

Berita Terkait