Mengurai Potensi Pelanggaran Pemilu TSM
Melek Pemilu 2024

Mengurai Potensi Pelanggaran Pemilu TSM

Kebijakan bantuan sosial rawan digunakan untuk kepentingan pasangan calon tertentu. Pelanggaran ini berpeluang masuk kategori terstruktur, sistematis, dan masif sepanjang bisa dibuktikan secara hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Lembaga yang disebut sebagai penjaga konstitusi itu akan menangani proses penyelesaian permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU). Pemohon PHPU tak jarang mendalilkan telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti,  menyebut terstruktur terkait soal kewenangan, sistematis menyoal kebijakan dan masif mengarah pada dampak yang dihasilkan. Mengutip komentar Prof Edward Omar Sharif Hiariej atau disapa Prof Eddy ketika menjadi ahli dalam perkara PHPU tahun 2019 silam, Bivitri menyebut TSM meminjam kerangka hak asasi manusia (HAM) karena terkait dengan ‘magnitude’ pemilu yang menyangkut suara jutaan warga negara.

Lebih lanjut TSM bisa dilihat dari kebijakan yang diterbitkan pemerintah. Hal itu bisa dimasukan dalam permohonan PHPU nanti di MK dan penting untuk membuktikannya karena terikat pembuktian hukum. Misalnya kebijakan bantuan sosial (Bansos). “Dari kacamata pemilu yang jujur dan adil, jelas itu tidak adil bagi semua (pasangan calon Presiden-Wakil Presiden,-red),” kata Bivitri dalam diskusi yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Selasa (23/1/2024) kemarin.

Menurut Bivitri, hanya pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan bansos. Ada indikasi bansos diberikan mengikuti pasangan calon tertentu untuk membuyarkan kampanye yang telah dilakukan pasangan calon lain di hari sebelumnya. Persoalannya tidak mudah untuk membuktikan indikasi kecurangan itu bisa saja pihak yang mengkritik penyaluran bansos itu malah disebut tidak setuju bansos.

“Persoalannya itu bansos merupakan fasilitas negara, tapi digunakan untuk kepentingan pasangan calon tertentu. Nah, ini masuk konteks TSM,” ujarnya.

Baca Juga:

Peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu menguraikan sedikitnya 2 sebab terjadinya pelanggaran pemilu TSM. Pertama, kewenangan dan fasilitas termasuk anggaran negara terkait terbitnya kebijakan tertentu. Kedua, ada pengaruh yang lahir dari kewenangan misalnya kepala daerah tertentu menginstruksikan jajarannya untuk melakukan tindakan dalam rangka memberi keistimewaan atau menghalangi pasangan calon tertentu.

Tags:

Berita Terkait