Mengupas Strategi Branding Firma Hukum Berkelas
Berita

Mengupas Strategi Branding Firma Hukum Berkelas

Tidak hanya sebatas janji manis yang terbungkus sebagai dream brand, realisasi atas ekspektasi klien-lah yang akan menentukan dipilih atau tidaknya jasa suatu firma hukum oleh klien.

CR-25
Bacaan 2 Menit
Brand Consultant sekaligus ahli etnografi, Amalia E. Maulana. Foto: HOL
Brand Consultant sekaligus ahli etnografi, Amalia E. Maulana. Foto: HOL

Strategi dalam mengemas firma hukum agar terlihat menarik memang tidak begitu dibutuhkan saat kompetisi masih sepi, bahkan segala hal masih dapat berjalan dengan baik hanya dengan mengandalkan relasi. Lain halnya ketika kondisi pasar jasa hukum sudah hiperkompetitif seperti yang saat ini terjadi di daerah Jakarta dan sekitarnya.

 

Agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan di tengah derasnya kompetisi, tidak banyak firma hukum yang sadar betapa besar pengaruh strategi branding dalam memasarkan firma hukumnya. Sehingga lambat laun dapat berdampak pada semakin berkurangnya klien hingga dapat membuat firma hukum tersebut gulung tikar.

 

Menyadari pentingnya memanfaatkan strategi branding tersebut, sederet firma hukum mengikuti Workshop yang diadakan hukumonline (27/2) dengan tema Digital Branding Strategy for Law Firm yang diisi oleh Brand Consultant sekaligus ahli etnografi, yakni Amalia E. Maulana.

 

Disampaikan Amalia, strategi branding yang digunakan oleh Brand Consultant yang mempunyai pendekatan etnographic memiliki kelebihan tersendiri. Pendekatan etnograf menggunakan multipal teknik layaknya antropolog. Dalam konsep ini, kata Amalia, Jika kita tidak berada di alamnya konsumen, maka kita bisa miss out soal kebutuhan-kebutuhan konsumen (klien).

 

Adapun goals utama dari sebuah branding menurut Amalia, bukan hanya sekadar beriklan, melainkan untuk membangun trust dan reputasi yang baik serta memastikan bahwa makna dan asosiasi dari brand tersebut bisa sampai dan dirasakan oleh klien atau stakeholders. Sehingga untuk mencapai goals dari suatu strategi branding, ada 2 tahapan penting yang harus diperhatikan firma hukum, yaitu dream brand dan actual brand.

 

Dream brand berorientasi membentuk harapan-harapan dan ekspektasi, seperti janji-janji yang dimuat dalam tagline suatu firma hukum serta bentuk pengemasan website resmi firma hukum secara menarik, sehingga dapat menarik minat klien untuk datang. Kunci dari membungkus suatu tagline secara menarik menurut Amalia, dengan mengekspresikan law firm kita secara berbeda.

 

(Baca Juga: Adu Strategi Bisnis Corporate Law Firm dan Dampaknya Bagi Klien)

 

“Ada antrian yang cukup panjang yang menyediakan jasa hukum di bidang korporasi, sehingga kuncinya dengan mengekspresikan brand kita secara berbeda, karena semakin kita masuk ke dalam spektrum yang semakin banyak jasanya, maka persaingannya akan semakin sulit dan complicated,ujar Amalia.

 

Salah satu tips untuk menemukan apa yang membedakan law firm sendiri dengan law firm lain, kata Amalia, dengan menanyakan kepada klien atau stakeholders terkait “apa keunggulan kita”.

 

“Hal ini penting, mengingat seringkali kita tidak sadar dengan apa keunggulan kita yang sesungguhnya dirasakan oleh klien selama menggunakan jasa kita,” ujarnya.

 

Sehingga, dari pandangan beberapa klien dapat ditemukan beberapa kata kunci yang bisa diangkat dan dikombinasikan sebagai tagline firma hukum dan mengekspresikannya secara berbeda dengan kompetitor. Sedangkan dalam lingkup dream brand, pengemasan website juga mempunyai daya tarik tersendiri untuk mengundang klien.

 

Terkait hal ini, sebelumnya Wakil Presiden Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA), Yanne Sukmadewi, juga menjelaskan betapa pentingnya konten website firma hukum dalam memenangkan persaingan. Salah satunya adalah dengan mengelola website secara produktif.

 

“Kalau saya perhatikan beberapa law firm Indonesia sebulan hanya merilis satu artikel, berbeda dengan law firm asing yang website nya lebih produktif,” ungkap Yanne kepada hukumonline pada Kamis (8/2) lalu.

 

(Baca Juga: Tips Menyusun CV untuk Melamar di Corporate Law Firm)

 

Amalia menambahkan bahwa branding pada tahapan dream brand saja memang tidak cukup untuk membangun sebuah image brand yang kuat. Salah satu cara untuk mencapai tingkatan brand yang kuat adalah membangun citra brand secara aktual (actual brand). Actual brand itulah yang menentukan dipilih atau tidak dipilihnya suatu firma hukum oleh klien.

 

Melalui actual brand ini klien bisa menilai sejauh mana jarak antara janji atau ekspektasi yang ditawarkan law firm dengan realita kinerja day to day suatu law firm. Untuk mengukur tingkat keberhasilan firma hukum dalam tahap actual brand dapat dilihat dari kalimat apa yang melekat di benak klien atau stakeholder tentang brand kita.

 

Hal yang tidak kalah penting dalam strategi branding firma hukum menurut Amalia adalah melakukan Brand Audit. Melalui brand audit, suatu firma hukum dapat melakukan pengecekan terkait seberapa besar gap antara dream brand dan actual brand. Dalam menganalisis besaran gap tersebut, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi isu atau permasalahan yang harus dipecahkan, kemudian dilakukan upaya untuk menyelesaikan permasalahan agar gap dapat ditutupi atau diminimalisir.

 

Amalia mencontohkan dalam konteks perusahaan misalnya, orang sales datang kepada konsumen dengan 1000 janji, namun orang operation justru datang dengan hal yang berbeda, itulah yang akan membuat konsumen merasa kecewa. Untuk itulah, mengapa peran branding manager sangat dibutuhkan untuk menyiasati agar gap antara dream brand dengan actual brand dapat tertutupi.

 

“Kalau di perusahaan biasanya ada branding manager yang bertugas untuk menutupi gap antara dream brand dengan actual brand tersebut,” pungkas Amalia.

 

Tags:

Berita Terkait