Mengungkap Dugaan Konspirasi dalam Skandal Jiwasraya
Berita

Mengungkap Dugaan Konspirasi dalam Skandal Jiwasraya

Ada indikasi persengkongkolan dalam kasus ini. Investasi Jiwasraya justru ditempatkan pada saham-saham under perform dengan balutan reksadana.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Persoalan kegagalan bayar polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus berkembang dengan ditemukannya berbagai fakta baru. Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini sudah menetapkan enam orang tersangka yang diduga terlibat dalam kasus korupsi ini pada Kamis (6/2) lalu. Para tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Subsider Pasal 3 UU Tipikor.

 

Tidak hanya itu, fakta lain mengungkapkan bahwa skema investasi Jiwasraya ternyata mengarah pada konspirasi yang melibatkan berbagai pihak di pasar modal. Hal tersebut terungkap saat Rapat Panitia Kerja (Panja) antara Komisi XI DPR RI dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Senin (10/2).

 

“Kasus ini tidak dilakukan investor individual. Rata-rata yang bisa nge-drive market sebesar ini korporasi dan mereka sudah tahu gunakan sekuritas mana dan ngerti celah pasar modal. Kami ingin tahu ini persengkongkolan atau bukan?” tanya anggota Komisi XI, Misbakhun, kepada BEI dan KSEI.

 

Pertanyaan Misbakhun tersebut direspons Direktur Utama KSEI, Uriep Budhi Prasetyo, yang menyatakan memang terdapat kejanggalan pada transaksi saham Jiwasraya. Dia menjelaskan produk investasi reksadana yang ditawarkan manajer investasi dibuat khusus untuk menampung modal Jiwasraya.

 

“Pendapat saya apabila melihat isi manajer investasi yang mempunyai izin, isi produknya hanya beberapa seperti tailor made (khusus) Jiwasraya. Mereka buat hanya untuk Jiwasraya. Mereka produknya banyak open end(pasar terbuka). Tapi Jiwasraya itu rata-rata (kepemilikan) range-nya 70-90 persen,” jelas Uriep.

 

Melihat kondisi ini, Misbakhun menyimpulkan dengan penguasaan Jiwasraya tersebut menandakan ada konspirasi untuk menunjukan modal Jiwasraya mengalir pada produk investasi. Padahal, produk investasi tersebut sengaja dibuat untuk menampung saham Jiwasraya.

 

“Penguasaan di atas 70-90 persen menunjukan konspirasi. Silakan dinilai jika investornya hanya satu Jiwasraya, ini didedikasikan. Ini sudah terkonfirmasi dengan baik oleh KSEI dan Bursa Efek Indonesia,” jelas Misbakhun.

 

(Baca: Proses Pembentukan Pansus Angket Jiwasraya Masih Panjang)

 

Sehubungan dengan pengawasan, Misbakhun menilai tidak terjadi pembiaran oleh KSEI dan BEI. Hal ini karena kewenangan kedua entitas tersebut hanya bertugas mengadministrasikan transaksi saham. “Dari KSEI maupun BEI tidak dalam kapasitas menilai mereka hanya mencatat atau mengadministrasikan transaksi,” jelasnya.

 

Perlu diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kurun 2010 sampai dengan 2019, telah dua kali melakukan pemeriksaan atas Jiwasraya yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Tahun 2016 dan Pemeriksaan Investigatif (Pendahuluan) Tahun 2018.

 

Dalam PDTT Tahun 2016, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional Jiwasraya Tahun 2014-2015. Temuan tersebut antara lain investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP Tahun 2014 dan 2015 yang tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai.

 

Jiwasraya juga menghadapi risiko gagal bayar atas Transaksi Investasi Pembelian Medium Term Note PT Hanson Internasional (HI). Kemudian, Jiwasraya dinilai kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu perusahaan yang berkinerja kurang baik.

 

“Menindaklanjuti hasil PDTT Tahun 2016 tersebut, BPK melakukan Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan yang dimulai tahun 2018. Hasil pemeriksaan investigatif menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud dalam pengelolaan Saving Plan dan Investasi,” jelas Agung dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1).

 

Agung menjelaskan BPK juga mendapat permintaan dari DPR dengan Surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT atas permasalahan PT AJS. Sementara itu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi pada PT AJS, BPK mendapat Permintaan Penghitungan Kerugian Negara dari Kejaksaan Agung, yaitu melalui Surat tertanggal 30 Desember 2019.

 

Terkait dengan hasil ekspose dengan Kejaksaan, pada 30 Desember 2019 Kejaksaan Agung telah mengirimkan Surat Permintaan kepada BPK untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada kasus Jiwasraya. Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemaparan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada BPK.

 

Dari hasil pemaparan tersebut BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan (perbuatan melawan hukum) dalam pengumpulan dana dari produk Saving Plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara.

 

Tags:

Berita Terkait