Mengulas Makna Penting Fatwa ICJ Tentang Israel-Palestina
Mengadili Israel

Mengulas Makna Penting Fatwa ICJ Tentang Israel-Palestina

Meski fatwa ICJ bersifat tidak mengikat, Palestina punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam fatwanya, ICJ tidak mempertimbangkan argumentasi Israel yang menyebut secara sejarah merasa berhak atas wilayah Tepi Barat dan Gaza.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Jenderal Asia Pasifik & Afrika Kemlu, Abdul Kadir Jailani  dan Direktur Jenderal Hukum & Perjanjian Internasional Kemlu, Amrih Jinangkung saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: RES
Direktur Jenderal Asia Pasifik & Afrika Kemlu, Abdul Kadir Jailani dan Direktur Jenderal Hukum & Perjanjian Internasional Kemlu, Amrih Jinangkung saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: RES

Israel kembali mendapat tekanan internasional setelah Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) menyampaikan advisory opinion (fatwa hukum,-red) atas pendudukan di wilayah Palestina, Jumat (19/7/2024) lalu.

Intinya, fatwa yang dibacakan Presiden Mahkamah Internasional, Hakim Nawaf Salam menyebut keberadaan Israel di wilayah Palestina melanggar hukum internasional. Sebagian negara menyambut baik hal tersebut salah satunya pemerintah Indonesia.

Direktur Jenderal Asia Pasifik & Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Abdul Kadir Jailani mengatakan ada beberapa hal penting dari terbitnya fatwa tersebut. Antara lain mematahkan dalih Israel yang selama ini mengklaim memiliki hak atas wilayah Palestina terutama Tepi Barat dan Gaza. Dengan alasan sejarah, Israel merasa memiliki daerah tersebut sehingga melakukan pembangunan dan pemukiman yahudi.

“ICJ melalui fatwanya secara tegas tidak mempertimbangkan argumentasi Israel tersebut, yang merasa berhak karena mengklaim dulu leluhurnya di sana,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (22/07/2024).

Baca juga:

Hukumonline.com

Abdul Kadir Jailani saat menjelaskan materi putusan ICJ. Foto: RES

Hal penting lainnya dari fatwa ICJ yakni bangsa Palestina punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri khususnya di wilayah Tepi Barat, sungai Yordan, dan Gaza. Status Israel yang menduduki sebagian wilayah Palestinya disebut sebagai occupying power. Sebab Israel tidak pernah memiliki hak untuk wilayah tersebut.

Justru ICJ menilai Israel mencaplok wilayah Palestina dengan menggunakan kekerasan, dan diskriminasi. Semua tindakan Israel di Palestina bertentangan dengan hukum internasional dan pendudukan negara Zionis itu harus diakhiri.

Kendati demikian Abdul menyebut fatwa ICJ sifatnya tidak mengikat. Fatwa itu diterbitkan lantaran ada permintaan dari organisasi internasional yang memintanya. Yakni, Majelis Umum PBB. Fatwa tersebut tak bisa juga diveto anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Veto baru bisa dilakukan ketika fatwa itu ditindaklanjuti DK PBB menjadi resolusi.

Nah, resolusi itu yang bisa diveto anggota tetap DK PBB yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Perancis. Indonesia bakal terus mendorong Majelis Umum dan DK PBB untuk tidak mengakui posisi ilegal Israel di tanah Palestina.

Kedua badan PBB itu perlu memikirkan modalitas yang dimiliki PBB untuk memukul mundur Israel dari wilayah pendudukan di Palestina. Sekaligus kembali menawarkan solusi 2 negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina dan pengakuan terhadap negara Palestina.

“Terbitnya fatwa ICJ semakin memperkuat masyarakat internasional untuk memberi pengakuan kepada negara Palestina,” ujarnya.

Harapan besar masyarakat internasional

Pada kesempatan yangg sama, Direktur Jenderal Hukum & Perjanjian Internasional Kemlu, Amrih Jinangkung berpendapat fatwa ICJ memberi harapan besar masyarakat internasional terhadap persoalan Israel-Palestina. Fatwa menunjukkan keberpihakan terhadap posisi Palestina dan bentuk rules-based international order yang menetapkan status ilegal terhadap pendudukan Israel di Palestina.

Hukumonline.com

Amrih Jinangkung menerangkan sikap pemerintah Indonesia yang bakal konsisten mendorong Israel agar angkat kaki dari tanah Palestina. Foto: RES

Sikap Indonesia terhadap fatwa tersebut antara lain tegas mendukung mahkamah (fatwa ICJ,-red)  agar seluruh negara dan PBB tidak mengakui semua situasi yang ditimbulkan Israel dari pendudukan itu. Sejalan dengan fatwa mahkamah, mendesak Israel untuk segera mengakhiri keberadaannya yang ilegal di wilayah pendudukan di Palestina.

Israel harus mengakhiri pembangunan pemukiman ilegal dan evakuasi seluruh pemukim yahudi secepatnya. Mendukung pandangan mahkamah bahwa Israel wajib melakukan reparasi dalam bentuk restitusi dan kompensasi. Termasuk mengembalikan tanah yang diambil sejak 1967 dan membolehkan seluruh warga Palestina yang diusir dari rumahnya untuk kembali.

“Indonesia mendorong Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB memenuhi permintaan mahkamah untuk mengambil tindakan yang tepat guna mengakhiri keberadaan ilegal Israel di Palestina,” urai Amrih.

Fatwa ICJ ini sebagai langkah awal mewujudkan kemerdekaan Palestina seutuhnya. Walau secara faktual Israel masih menjadi occupying power di wilayah pendudukan Palestina. Israel belum berhenti melakukan pelanggaran. Warga Palestina, terutama di Gaza menjadi target sasaran militer Israel.

Amrih menyebut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyerukan Israel untuk memenuhi kewajiban sebagai occupying power untuk menjamin hak-hak dasar warga Palestina yang mendiami wilayah pendudukan.

Tags:

Berita Terkait