Mengulas KUHAP Disertai Perubahan Akibat Putusan MK
Resensi

Mengulas KUHAP Disertai Perubahan Akibat Putusan MK

Mencegah terjadinya kesalahan aparat penegak hukum dalam due procces of law. Memudahkan akademisi dan mahasiswa hukum dalam memahami perubahan aturan beracara di pengadilan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: MJR
Ilustrasi: MJR

Menerapkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk beracara bagi aparat penegak hukum adalah kewajiban. Mulai di tingkat penyelidikan, penyidikan, sidang pengadilan, hingga eksekusi terpidana. Namun, sejak berdiri lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2003, hukum acara pidana telah banyak diubah melalui putusan MK atas dasar pengujian undang-undang (PUU).

 

Hingga akhir 2018, KUHAP menjadi UU yang terbanyak dimohonkan pengujian yakni sebanyak 63 kali dengan sebanyak 12 pengujian yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian. Di tengah banyaknya putusan MK seringkali masyarakat tak tahu sejumlah pasal dalam KUHAP telah diubah, hingga dihapus rumusannya. Baca Juga: Sejak MK Berdiri, Ini 10 UU Terbanyak Diuji  

 

Nah, dari 12 putusan MK terkait pengujian KUHAP yang dikabulkan atau dikabulkan sebagian ini diurai dalam buku berjudul, KUHAP, (Dilengkapi Perubahan Pasal Akibat Putusan MK dan Ketentuan Beracara lainnya di Berbagai Peraturan Perundang-Undangan). Buku yang digarap oleh tim yang beranggotakan Reda Mantovani, Yan Aswari, Muhammad Insan Anshari Al Aspary, Akbar Ismail, Tumpal H Sitompul, Abdul Kadir Sangadji, dan Wildan Hapit, ini dapat dijadikan rujukan bagi praktisi dan akademisi hukum termasuk para mahasiswa fakultas hukum wajib mengetahuinya.

 

Terlebih, bagi praktisi hukum mulai, polisi, jaksa, hakim, advokat, KUHAP yang disertai dengan perubahan dalam putusan MK menjadi bagian bagian terpenting dalam penegakan hukum yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Menariknya, buku setebal 488 itu disertai dengan 80 UU; 4 Peraturan Pemerintah (PP); 1 Peraturan Presiden (Perpres); 23 Putusan MK; 1 Peraturan Menteri (Permen); 9 Peraturan Mahkamah Agung (Perma); serta 21 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Sebab, aturan hukum acara pidana pun tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.

 

Terbitnya buku ini tentu memudahkan bagi akademisi, mahasiswa hukum, kepolisian, kejaksaan, kehakiman dalam beracara. Mulai di tingkat penyelidikan, penyidikan penuntutan, hingga pengadilan. Buku ini memadukan pasal dalam KUHAP yang sudah diubah melalui putusan MK. Kemudian dilengkapi dengan peraturan perundangan terkait.

 

KUHAP, Dilengkapi Perubahan Pasal Akibat Putusan MK dan Ketentuan Beracara lainnya di Berbagai Peraturan Perundang-Undangan

Tim penyusun

Kata pengantar

Terbit perdana

Penerbit

Halaman

Reda Mantovani, Yan Aswari, Muhammad Insan Anshari Al Aspary, Akbar Ismail, Tumpal H Sitompul, Abdul Kadir Sangadji, dan Wildan Hapit

Jaksa Agung HM Prasetyo

April 2019

UAI Press

488

 

Diawali Bab Ketentuan Umum dalam KUHAP, hingga ketentuan Penutup dipadupadankan dengan putusan MK, UU sektoral, hingga aturan yang mengatur hukum acara. Seperti, aturan praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP. Namun dalam putusan MK No.21/PUU-XII/2014, menyatakan rumusan Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan’. Dengan begitu, rumusan Pasal 77 huruf a berbunyi, “sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.”

 

Kemudian dilengkapi dengan peraturan terkait. Pertama, Peraturan Pemerintah (PP) No.92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP N.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP terkait dengan Pasal 77 huruf b KUHAP. Pasal 77 huruf b KUHAP tidak menyebukan jangka waktu ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan di tingkat penyidikan atau penuntutan. Melalui PP 92/2015, memberikan keterangan batasan waktu selama 3 bulan dihitung sejak tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.

 

Selain itu, dilengkapi pula Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO). Demikian pula SEMA 5 Tahun 1985 tentang Penghentian Praperadilan. Soal praperadilan menjadij satu contoh dari sekian banyak aturan dalam KUHAP yang diurai dalam buku ini. Selain aturan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga upaya hukum luar biasa.

 

Melalui buku ini diharapkan penegak hukum tidak melakukan kesalahan dalam due procces of law. Bagi advokat dengan sendirinya menjadikan buku ini sebagai alat mengontrol aparat penegak hukum ketika menjalankan tugas dan kewenangannya agar tidak terjadi maladministrasi. Sementara bagi jaksa, tentu buku tersebut dapat menjadi pegangan dan membantu dalam menangani perkara pidana. Begitu pula polisi dan hakim.

 

Selamat membaca…!!!

Tags:

Berita Terkait