Mengubah Tradisi Lama Dunia Advokat Indonesia
Tentang KAI

Mengubah Tradisi Lama Dunia Advokat Indonesia

Karena setiap kali kongres mengalami perpecahan, perlu dibentuk lembaga independen sebagai penyelengara kongres nasional hingga tingkat cabang seperti halnya Komisi Pemilihan Umum (KPU).

CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Dunia advokat memiliki tradisi lima tahunan. Seperti halnya dalam negara demokrasi yang melakukan pemilihan umum. Organisasi advokat pun melakukan pemilihan serupa untuk mencari sosok pemimpin. Kongres Advokat Indonesia (KAI), dalam waktu hitungan beberapa hari ke depan KAI bakal menggelar Kongres Nasional ke-3 di Surabaya.

 

Masa kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat KAI di bawah kepemimpinan Tjoetjoe Sandjaja Hernanto bakal berakhir. Karenanya, Kongres Nasional KAI bakal digelar. Itu sebabnya, amat disayangkan bila dalam Kongres Nasional justru menimbulkan perpecahan di tubuh organisasi advokat.

 

“Dunia advokat memiliki tradisi 5 tahunan yang unik sekaligus menjengkelkan, yaitu perpecahan,” ujar Tjoetjoe di Jakarta, Jumat (12/4).

 

Mestinya, Kongres Nasional dilakukan dengan semangat kegembiraan dan keceriaan, bukan perpecahan. Tjoetjoe yang dikenal sebagai tokoh di balik lahirnya era multibar dan tokoh kompetensi advokat itu berharap, pemimpin KAI ke depan membentuk satu lembaga independen permanen, seperti halnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan umum.

 

Nantinya, lembaga independen tersebut bertugas mengatur serta mengendalikan Kongres Nasional, Kongres Luar Biasa, Konferensi Daerah, Konferensi Daerah Luar Biasa, Konferensi Cabang dan Konferensi Cabang Luar Biasa.

 

Dengan begitu, tidak lagi ada Presiden Organisasi Advokat yang ngotot menggelar kongres sendiri, Wakil Presiden Organisasi Advokat memaksa membuat kongres sendiri, atau Sekretaris Jenderal (Sekjen) yang ngeyel membuat kongres sendiri..

 

Bila dalam Kongres Nasional misalnya, terjadi perpecahan, akan muncul organisasi advokat dengan nama yang sama, tetapi dengan versi kepemimpinan yang berbeda. Memang, dalam dunia advokat yang multibar, munculnya organisasi advokat adalah keniscayaan. Namun, itu harus dengan nama organisasi advokat yang berbeda. Lain halnya bila organisasi advokat yang sudah besar kemudian pecah hanya karena beda pandangan. Hal inilah yang menurut Tjoetjoe amat disayangkan.

 

“Dengan keberadaan lembaga independen seperti KPU tersebut, diharapkan tidak akan ada lagi Kongres Nasional KAI tandingan selain kongres di Surabaya,” ujarnya.

 

Sebagaimana diketahui, Kongres Nasional KAI bakal digelar pada 26-27 April di Kota Pahlawan, Surabaya. Perhelatan akbar bagi KAI diharapkan memunculkan semangat baru dalam mewarnai dunia advokat. Apalagi, dinamika perubahan zaman mengharuskan organisasi advokat terus bergerak maju serta menguatkan soliditas antaradvokat dalam wadah besar seperti KAI ini.

 

Sebagai Presiden KAI yang dinilai sukses membawa Advokat KAI keluar dari berbagai tekanan dan kendala berprofesi, Tjoetjoe hingga saat ini berkomitmen ingin tetap 1 periode memimpin KAI. Namun, Tjoetjoe harus berhadapan dengan realitas bahwa mayoritas anggota KAI saat ini masih menginginkannya menjadi Presiden KAI untuk 1 periode lagi.

 

Ketika diminta komentarnya terhadap dukungan tersebut, Tjoetjoe hanya tersenyum dan pergi meninggalkan awak media.

 

“Selamat berkongres kepada para ADVOKAI (sebutan untuk para Advokat Kongres Advokat Indonesia) mari kita bersatu, bergandengan tangan, bersilaturahmi, berdemokrasi dan bergembira-ria bersama-sama di Surabaya. 'Saya KAI, Saya Berkongres di Surabaya, Saya Bergembira',” pungkasnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama hukumonline.com dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Tags:

Berita Terkait